"Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai produk ijtihad para ulama, sudah sesuai dengan Piagam Madinah, yaitu negara bersifat inkluif dan kosmopolit,"
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah produk ijtihad para ulama dan para tokoh pendiri bangsa lain yang terdiri dari berbagai latar belakang.

"Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai produk ijtihad para ulama, sudah sesuai dengan Piagam Madinah, yaitu negara bersifat inklusif dan kosmopolit," ujarnya saat menjadi pembicara kunci dalam Halaqah Nasional Pengasuh Pesantren yang digelar Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), di Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu.

Di hadapan 1000 pengasuh pesantren ini, Mahfud diminta menyampaikan Fiqh Siyasah atau Fiqh Politik bertema; Penguatan Kemandirian Pesantren untuk Stabilitas Nasional.

"Menurut fiqh siyasah, negara itu adalah organisasi politik tertinggi bagi bangsa Indonesia," papar Mahfud.

Mahfud memaparkan bahwa negara, bentuk dan sistemnya adalah pilihan bebas sesuai dengan kebutuhan bangsanya masing-masing atau sesuai dengan kebutuhan adat masing-masing.

"Ibnu Qayyim mengatakan, hukum itu selalu berubah, kalau waktunya berubah hukumnya berubah," jelas Mahfud.

Negara Kesatuan Republik Indonesia, lanjut Mahfud, harus dijaga, tidak boleh diskriminatif dan tidak boleh menganggap orang lain yang berbeda sebagai musuh.

Dalam kesempatan ini, Mahfud menegaskan Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai produk ijtihad para ulama, sudah sesuai dengan Piagam Madinah yaitu negara bersifat inklusif dan kosmopolit.

"Tirulah Nabi Muhammad. Kalau baca 47 pasal dalam Piagam Madinah, isinya perlindungan kepada setiap orang bahkan setiap suku disebut, semua dilindungi, agamanya beda-beda, sukunya beda-beda, itulah yang kemudian dituangkan di dalam konstitusi dan tata hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia," tambah Mahfud.

Oleh sebab itu, menurut Mahfud, kalau warga pesantren mengatakan NKRI harga mati dan Pancasila harga mati, itu benar secara fiqh, karena terbentuknya negara Indonesia adalah hasil kesempatan.

"Siapa melawan kesepakatan menurut fiqh namanya bughat. Bughat itu pemberontak," lanjut Mahfud sembari menegaskan kembali agar orang-orang pesantren terus ikut menjaga kedaulatan negara.

"Dari Pondok Pesantren Al-Muhajirin ini, mari kita semua menjadi Muhajirin orang-orang yang hijrah menuju Indonesia emas. Indonesia emas itu dalam bahasa arabnya adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur," pungkas Mahfud.

Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023