Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan keberadaan Observatorium Nasional Timau yang terletak di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dapat meningkatkan daya saing astronomi dan sains antariksa Indonesia di mata negara-negara maju.
 
Koordinator Stasiun Observatorium Nasional Kupang BRIN Abdul Rachman mengatakan Observatorium Timau dilengkapi teleskop berukuran 3,8 meter yang menjadi teleskop terbesar di Asia Tenggara, namun bobotnya ringan sekitar 20 ton.
 
"Teleskop itu dipasang di kaki Gunung Timau pada ketinggian sekitar 1.300 meter dari permukaan laut," ujarnya dalam dialog bertajuk mengenal teleskop 3,8 meter yang dipantau di Jakarta, Senin.
 
Abdul menuturkan teleskop optik berdiameter 3,8 meter itu jauh lebih besar ketimbang teleskop yang saat ini dimiliki oleh Thailand berukuran 2,4 meter. Ukuran teleskop yang besar dapat mempertajam penglihatan terhadap benda-benda langit yang memiliki cahaya lebih redup.

Berdasarkan analisis BRIN, NTT memiliki kualitas langit yang jauh lebih bagus ketimbang daerah lain di Indonesia. Karena itu  Observatorium Timau berada di lokasi yang tepat karena awan sangat sedikit. dan jumlah hari dengan langit cerah dalam setahun di atas 65 persen.

Baca juga: BRIN kaji potensi wisata astronomi di Nusa Tenggara Timur
 
"Hal seperti itu sangat sulit kita temukan di daerah lain di Indonesia,  karena negara kita negara tropis, sehingga banyak penguapan dan banyak awan," katanya.
 
Observatorium Timau yang ditargetkan rampung tahun ini punya keunikan karena dekat dengan ekuator dengan koordinat 9 derajat 35 menit 50,2 detik Lintang Selatan dan 123 derajat 56 menit 48,5 detik Bujur Timur. Hal itu memungkinkan teleskop cermin tersebut mampu mengamati objek-objek astronomi yang berada di belahan langit utara maupun selatan.
 
"Kita dekat dengan ekuator tetapi kita berada di sebelah selatan. Kebanyakan teleskop dunia berada di sebelah utara," kata Abdul. Karena itu, menurut dia, kontribusi observatorium itu kepada dunia menjadi lebih unik karena pengamatan dari belahan selatan Bumi," imbuhnya.
 
Ia berharap Observasi Timau membuat Indonesia bersaing kembali dengan bangsa maju lainnya di bidang astronomi dan sains antariksa, seperti Observatorium Bosca di Lembang, Jawa Barat, yang telah digunakan sejak tahun 1923.
 
"Itulah yang membuat bangsa kita bisa bersaing dengan negara maju dalam bidang astronomi. Kami berharap dengan adanya teleskop di Timau bisa melanjutkan prestasi yang dulu ditorehkan Observatorium Bosca, sehingga kita bisa bersaing dengan negara maju lainnya," pungkas Abdul.

Baca juga: Observatorium Bosscha ITB lakukan pengamatan hilal awal Ramadhan
Baca juga: Gubernur Jawa Barat komitmen jaga Observatorium Bosscha

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023