Terungkapnya kasus ini bermula saat kami melakukan patroli siber pada tanggal 23 September 2023
Purwokerto (ANTARA) - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas, Jawa Tengah, berhasil mengungkap kasus perdagangan sejumlah satwa dilindungi undang-undang yang diperjualbelikan melalui media sosial.

"Terungkapnya kasus ini bermula saat kami melakukan patroli siber pada tanggal 23 September 2023," kata Kepala Satreskrim Polresta Banyumas Komisaris Polisi Agus Supriadi Siswanto saat konferensi pers di Pendopo Polresta Banyumas, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu.

Dalam patroli siber tersebut, kata dia, pihaknya menemukan akun media sosial Facebook dengan nama "YanuarArt" yang di dalamnya memperjualbelikan satwa dilindungi undang-undang, salah satunya berupa buaya muara (crocodylus porosus).

Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap pelaku berinisial YR (25) di wilayah Kecamatan Sumbang, Banyumas, pada hari Senin (25/9).

"Pelaku mengakui jika yang bersangkutan memiliki akun 'YanuarArt' tersebut dan menjual dua buaya, salah satunya anakan buaya muara berukuran kecil dengan harga Rp400 ribu dan satunya lagi anakan buaya jenis tomistoma schelegelii atau buaya senyulong yang dijual dengan harga Rp1,7 juta," jelasnya.

Menurut dia, buaya-buaya tersebut diperoleh pelaku dari seseorang dan pihaknya saat ini masih melakukan pendalaman terhadap orang itu.

Lebih lanjut, dia mengatakan dari hasil pengembangan ke rumah pelaku di Kabupaten Purbalingga, pihaknya menemukan satu buaya Irian (crocodilylus novaeguineae), satu burung elang brontok putih (nisaetus cirrhatus), dan burung alap-alap jambul (accipiter trivirgatus).

Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata dia, pelaku mengaku jika telah memperjualbelikan satwa dilindungi itu sejak tahun 2022 atau kurang lebih selama satu tahun.

"Terkait dengan perbuatan tersebut, pelaku dijerat Pasal 40 Ayat (2) Jo. Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara," kata Kasatreskrim.

Baca juga: KKP mendukung proses hukum perdagangan penyu hijau

Baca juga: KLHK tuntaskan penyidikan kasus perdagangan bagian tubuh macan tutul


Sementara itu, Kepala Resor Konservasi Wilayah Cilacap Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Tengah Wahyono Restanto menyampaikan apresiasi terhadap keberhasilan Polresta Banyumas dalam pengungkapan kasus perdagangan satwa dilindungi.

Menurut dia, pihaknya pada hari Selasa (26/9) mengidentifikasi jenis-jenis satwa yang sudah menjadi barang bukti tersebut di Polresta Banyumas.

Ia mengatakan berdasarkan hasil identifikasi, seluruh satwa tersebut merupakan jenis satwa yang dilindungi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar serta masuk dalam daftar tumbuhan dan satwa dilindungi sesuai dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018

"Seperti yang sudah disampaikan bapak Kasatreskrim bahwa itu adalah pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 21 dan Pasal 41," tegasnya.

Terkait dengan penanganan satwa-satwa dilindungi tersebut, dia mengatakan khusus untuk buaya, pihaknya menempatkannya di tempat penangkaran buaya yang telah menjadi mitra BKSDA di Kedungbanteng, Banyumas, dalam rangka perawatan dan penyelamatan.

Sementara untuk satwa jenis burung, kata dia, akan dilakukan karantina dan pengamatan di lingkungan Kantor Resor Konservasi Wilayah Cilacap sebelum dilepasliarkan.

"Mungkin selama dua minggu. Kalau memang kondisinya sehat dan siap dilepas, kami akan lepasliarkan di daerah terbuka kawasan hutan, bisa di Nusakambangan karena sebagai habitat satwa-satwa tersebut," jelasnya.

Lebih lanjut, Wahyono mengimbau masyarakat untuk tidak memelihara, tidak memiliki, tidak merawat, dan tidak memperjualbelikan tumbuhan maupun satwa dilindungi sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.

"Diperbolehkan apabila tumbuhan dan satwa dilindungi itu memiliki dokumen asal usul yang sah, yaitu bisa berasal dari hasil penangkaran yang resmi dan terdaftar," katanya.
 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023