Satwa-satwa tersebut juga hasil penyerahan dari Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan dan Balai Karantina Pertanian Makassar
Ambon (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku menerima sebanyak 11 ekor burung paruh bengkok hasil translokasi dari Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan.

Sebanyak 11 ekor satwa tersebut dengan rincian, dua ekor nuri aru (Chalcopsitta scintillate), delapan ekor nuri telinga biru (Eos semilarvata) dan satu ekor kakaktua koki (Cacatua galerita).

“Bertempat di Bandar Udara Pattimura Ambon telah diterima satwa liar hasil kegiatan translokasi satwa dari Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan sebanyak 11 ekor,” kata Polisi Hutan (Polhut) BKSDA Maluku Seto, di Ambon, Selasa.

Baca juga: Gakkum KLHK Sulawesi bekuk pelaku perdagangan satwa dilindungi

Ia mengatakan, burung-burung tersebut merupakan hasil dari kegiatan patroli peredaran tumbuhan satwa liar (TSL) yang dilaksanakan oleh petugas Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan di Pelabuhan Soekarno Hatta-Kota Makassar.

Selain itu, satwa-satwa tersebut juga hasil penyerahan dari Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan dan Balai Karantina Pertanian Makassar.

“Sebelum ditranslokasikan ke wilayah Maluku, burung-burung tersebut sudah menjalani proses perawatan, karantina dan rehabilitasi di kandang transit milik Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan selama sembilan bulan, sehingga saat ini kondisi satwanya sehat, liar dan siap untuk dilepasliarkan,” ujarnya.

Baca juga: Karantina Bakauheni gagalkan penyelundupan 2.830 ekor satwa ilegal

Seto menyatakan, burung-burung tersebut merupakan salah satu satwa endemik Kepulauan Maluku dengan habitat dan penyebaran alaminya berada di Pulau Seram dan Kepulauan Aru di Provinsi Maluku.

Saat ini, burung-burung tersebut sudah berada di Kandang Pusat Konservasi Satwa (PKS) Kepulauan Maluku di Kota Ambon untuk dikarantina dan direhabilitasi sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang menyebutkan barang siapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp.100 juta (Pasal 40 ayat (2)).

Pewarta: Winda Herman
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024