JAKARTA, 14 Mei 2013 (ANTARA) -- Udang merupakan salah satu komoditas  utama dalam industrialisasi perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi (high economic value) serta permintaan pasar yang juga tinggi (high demand product).  Komoditas ini bahkan sampai saat ini merupakan primadona ekspor produk perikanan budidaya. Produksi udang Indonesia pada 3 tahun terakhir terus menunjukkan peningkatan cukup signifikan. Tercatat produksi tahun 2012 mengalam peningkatan hingga 32,87%, dari 400.385 ton pada tahun 2011 menjadi 457.600 ton pada tahun 2012. Pada tahun 2014, KKP menargetkan peningkatan produksi udang sebesar 200 ribu ton. Demikian disampaikan Sekretaris Ditjen Perikanan Budidaya, Tri Hariyanto, mewakili Direktur Jenderal Perikanan Budidaya ketika membuka workshop dan sekaligus meluncurkan program “Rencana pengembangan perlindungan kesehatan hewan air dan meningkatkan kapasitas tanggap darurat terhadap wabah penyakit udang di Indonesia”, Selasa (14/5) di Jakarta.

     Hariyanto menjelaskan, Untuk pengembangan industrialisasi udang, KKP melalui DJPB telah melakukan revitalisasi tambak melalui perbaikan infrastruktur berupa saluran primer, sekunder dan juga saluran tertier. Program ini untuk memberi jaminan pasokan air ke petakan tambak, sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan kawasan penambakan. Program ini terutama dilakukan di Pantura Jawa dan secara bertahap akan terus berlanjut pada
kawasan penambakan di daerah lainnya. Pada tahun 2013 DJPB akan fokus pada optimalisasi luas areal tambak lebih dari 20 ribu hektar, dengan target produksi pada tahun berikutnya lebih dari 200 ribu ton. “Dalam mengembangkan budidaya udang yang berkelanjutan mutlak diperlukan dukungan ketersediaan benih udang unggul. Selain benih unggul, pembudidaya juga harus cepat tanggap terhadap wabah penyakit udang,” tegasnya.

     Hariyanto mengingatkan, kejayaan udang nasional pada era tahun 80an berakhir karena munculnya masalah penyakit. Bahkan hampir 50% industri udang intensif bangkrut dan tidak beroperasi, sehingga mengakibatkan turunnya produksi udang secara drastis. Untuk mengembalikan kejayaan udang nasional, pemerintah meluncurkan program revitalisasi tambak udang dengan harapan akan mampu meningkatkan produksi udang nasional. Program ini tidak lain diharapkan mampu meningkatkan devisa negara dari ekspor udang. Seperti yang pernah terjadi pada era tahun 80 an. “Salah satu hal yang diterapkan dalam program revitalisasi tambak udang adalah penerapan biosekuriti secara efektif dan dijaga penerapannya,” jelasnya.

     Dijelaskan, Biosekuriti adalah pengelolaan resiko biologi secara komprehensif dan sistematis untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan hewan, tumbuhan dan manusia serta menjaga fungsi dan keberlangsungan ekosistem. pada saat ni peningkatan produksi dan perdagangan beragam makanan, tumbuhan dan produk hewani, mendorong peningkatan kebutuhan akan biosekuriti. Apalagi di era globalisasi masyarakat lebih memperhatikan kesehatan, keamanan pangan dan juga perlindungan lingkungan. “Penerapan biosekuriti yang efektif dapat mendorong peningkatan serapan pasar dan menarik investor. Hal ini juga akan mendorong pembudidaya untuk menghasilkan produk perikanan yang sehat, aman dan berkualitas sehingga dapat meningkatkan harga jual,” jelasnya.



     Kerjasama FAO

     Hariyanto menjelaskan, untuk mendukung dan mendorong pencapaian peningkatan produksi perikanan budidaya khususnya udang, pemerintah dalam hal ini KKP melakukan kerjasama dengan badan PPB, FAO (Food and Agriculture Organisation), melalui program TCP/INS/3402 yang difasilitasi oleh badan dunia untuk pangan ini. Program ini akan menyusun sistem pencegahan penyakit hewan air pada umumnya dan udang pada khususnya. Program KKP FAO ini mengambil topik "Development of preventive aquatic animal health protection plan and enhancing emergency response capacities to shrimp disease outbreaks in Indonesia". “ Adapun sistem pencegahan penyakit udang ini terdiri  5 kegiatan. Pertama membahas masalah  Disease surveillance and reporting; Kedua, Emergency Preparedness and Contingency Plan; Ketiga, Aquatic Animal Health Information System; Keempat, Biosecurity and farmer organization; kelima, Aquatic Animal Health Strategy Development", jelasnya.

     Kerja sama ini menurut Hariyanto, akan berlangsung selama 18 bulan, yang. mencakup penyelenggaraan workshop dan training baik skala nasional maupun Internasional. Program kerjasama ini akan melibatkan seluruh stakeholder terkait, mulai dari kalangan pembudidaya, penyuluh, pemerintah daerah, dll. Sedangkan lokasi yang akan menjadi tempat kegiatan pilot project adalah Provinsi Lampung, Banten dan Jawa Barat yang didukung oleh 2 International Expert dan 5 Konsultan Indonesia. Hasil program ini diharapkan dapat mendukung pembangunan perikanan budidaya berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kerjasama ini bias memperkuat kompetensi otoritas nasional di Indonesia dalam menerapkan sistem pengelolaan kesehatan ikan secara efektif.  “Selain itu diharapkan juga pemerintah dan para petambak Indonesia dapat mengatasi penyakit udang  yang ada sekarang ini dan mampu mencegah kemungkinan masuknya penyakit baru,
serta mampu melakukan tanggap darurat jika ada wabah penyakit yang membahayakan,” tambahnya.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013