Saat laki-laki narapidana atau tahanan sakit, keluarga tidak diberitahu penyakit yang deritanya...tidak diberikan kepada istri atau keluarga ketika dimintakan
Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan mendorong setiap kementerian/lembaga dan instansi pemerintahan agar mengelola informasi publik secara transparan dan berkelanjutan dengan tetap menaati pembatasan-pembatasan yang dimandatkan undang- undang, sehingga mudah diakses hingga wilayah terluar, terpencil, dan termiskin.

"Kementerian/lembaga negara pada setiap tingkatan pemerintah daerah wajib mengelola layanan informasi publik dengan memanfaatkan saluran-saluran yang tersedia dan aksesibel," kata Anggota Komnas Perempuan Retty Ratnawaty dalam keterangan, di Jakarta, Jumat, menanggapi Hari Hak Untuk Tahu Sedunia (Internasional Right to Know Day) 2023.

Retty Ratnawaty mengatakan hak untuk tahu adalah salah satu hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh negara.

UU HAM Pasal 14 ayat (1 dan 2) memastikan bahwa "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya" dan "Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia".

Hak untuk tahu juga merupakan hak konstitusional setiap warga Indonesia sebagaimana diamanatkan UUD 1945 Pasal 18 F yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Baca juga: Menkominfo: Hari Hak untuk Tahu dorong badan publik terbuka

Menurut Retty Ratnawaty, tata kelola dan tata laksana informasi publik yang transparan dan akses warga negara merupakan implementasi dari amanat konstitusi dan standar HAM internasional.

Komnas Perempuan berpandangan pemenuhan hak untuk tahu tidak hanya berkaitan dengan pemerintahan yang terbuka, sekaligus juga pemerintahan berkeadilan gender. Pihaknya mencatat masih terdapat pelanggaran hak atas informasi di Tanah Air.

Pelanggaran hak untuk tahu masih kerap ditemukan di lapas maupun rutan, dan terus berulang melalui sikap tak transparan petugas terhadap istri atau keluarga korban.

"Saat laki-laki narapidana atau tahanan sakit, keluarga tidak diberitahu penyakit yang deritanya. Bahkan dihambat untuk bertemu. Hasil pemeriksaan medis tidak disampaikan. Juga hasil otopsi narapidana atau tahanan yang ditemukan tewas di selnya dan ada dugaan penyiksaan pada jasad, tidak diberikan kepada istri atau keluarga ketika dimintakan," kata Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat.

Hal ini merupakan contoh pelanggaran hak atas informasi di lapas atau tahanan terhadap istri atau keluarga korban.

Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menambahkan bahwa kelompok rentan, seperti perempuan dan penyandang disabilitas, merupakan warga yang kerap diabaikan haknya. "Seperti ketika berhadapan dengan hukum, baik sebagai tersangka, saksi, maupun korban," ucapnya. 

Baca juga: Menkominfo dorong keterbukaan informasi publik harus jadi budaya
Baca juga: Wapres imbau badan publik berbenah menyajikan informasi akurat


 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023