... benar-benar menghancurkan harapan warga... "
Manila (ANTARA News) - Satu klan di Filipina, yang menghadapi kasus pembantaian terburuk bermotif politik di negara tersebut, menang pemilihan umum daerah pada pekan ini, yang hasilnya diumumkan pada Jumat, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa keadilan tidak akan pernah ditegakkan.

Pemimpin dinasti Ampatuan dan pendukung bersenjata mereka dituduh membantai 58 orang, termasuk 32 wartawan, di provinsi selatan, Maguindanao, lebih dari tiga tahun lalu dalam upaya menggagalkan tantangan lawan politiknya untuk menjadi gubernur.

Istri-istri dari tiga tokoh senior klan yang tengah disidang atas pembunuhan tersebut, terpilih kembali menduduki dua kursi wali kota di Maguindanao dalam pemilu yang digelar Senin, demikian dikutip dari laman resmi hasil pemilu.

Komisi Pemilihan Umum dalam laman resminya mengatakan, setidaknya 16 anggota klan Ampatuan terpilih atau terpilih kembali sebagai wali kota, wakil wali kota dan anggota penasehat.

"Ini benar-benar menghancurkan harapan warga bahwa mereka yang bertanggungjawab atas pembantaian tersebut akan dihukum," kata Noemi Parcon, istri seorang wartawan yang turut menjadi korban pembantaian kepada AFP.

Anggota keluarga lain yang terpilih kembali adalah Benzar Ampatuan (27 tahun) cucu dari Andal Ampatuan Snr, kepala keluarga yang saat ini masih ditahan di Manila atas kasus pembantaian itu.

Kelompok hak asasi manusia lokal dan pemantau pemilu mengatakan kekuatan klan Ampatuan tersebut bukanlah sesuatu yang mengherankan, karena struktur kekuasaan yang dimilikinya di beberapa provinsi bagian selatan yang mayoritas penduduknya Islam, seperti Maguindanao.

"Tidak masalah apakah pembantaian itu terjadi... selama anda adalah pemimpin wilayah, anda masih tetap dihormati meskipun telah berbuat salah," kata jurubicara pemantau pemilu lokal Bobby Taguntong.

Andal Ampatuan Snr adalah gubernur Maguindanao saat peristiwa pembantaian itu terjadi.

Mantan presiden Gloria Arroyo membantu mendanai tentara pribadi untuknya yang digunakan untuk melawan pemberontak muslim.

Disamping Atampuan Snr, lima anak serta dua cucunya juga tengah menghadapi sidang pengadilan atas kasus tersebut. Dari 93 orang yang diadili, banyak diantaranya diduga merupakan pendukung bersenjata mereka.

Namun proses pengadilan ini diperkirakan akan berlangsung bertahun-tahun sementara keluarga korban dan kelompok HAM mengkhawatirkan klan Ampatuan menggunakan waktu tersebut untuk menyabot kasus tersebut dengan membunuh atau mengancam para saksi.

Tiga saksi dan tiga saksi potensial lain sudah dibunuh sejak 2010. Klan Ampatuan menolak semua tudingan yang diarahkan pada mereka.

(S022/B002) 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013