Kita perlu mengatasi pencemaran udara atau emisi yang berasal dari kegiatan transportasi, tidak hanya dapat dilakukan pada hilir, melainkan harus dimulai dari hulu, yaitu mengintegrasikan tata ruang dengan transportasi
Depok (ANTARA) - Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Lingkungan, Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia (UI) Dr Hayati Sari Hasibuan mengatakan kualitas lingkungan perkotaan tidak lepas dari interaksi antara penataan ruang dan transportasi.

"Distribusi ruang untuk perumahan, pekerjaan, pusat belanja, dan kegiatan lainnya, menentukan jarak perjalanan dalam transportasi perkotaan. Oleh sebab itu urbanisasi menjadi salah satu penyebab peningkatan polusi udara," katanya di Kampus UI Depok, Rabu.

Data dari World Bank 2023, kata dia, menunjukkan lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia tinggal di kawasan perkotaan sejak 2011 sampai 2021. Pada tahun 2021 jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kawasan perkotaan mencapai 57,29 persen.

Bentuk kota mempengaruhi kebutuhan transportasi dan mobilitas, kata dia, dan dengan pengelolaan yang tepat dapat menurunkan konsumsi energi, emisi kendaraan, dan pencemaran udara.

Baca juga: Pakar sebut pertanian perkotaan dapat meningkatkan kualitas lingkungan

"Kita perlu mengatasi pencemaran udara atau emisi yang berasal dari kegiatan transportasi, tidak hanya dapat dilakukan pada hilir, melainkan harus dimulai dari hulu, yaitu mengintegrasikan tata ruang dengan transportasi,” katanya. 

Dalam penerapannya, lanjut dia, diperlukan target dan indikator yang jelas mengacu pada konsep konteks lokal Transit-Oriented Development (TOD) dan Walkability City (Kota Ramah Pejalan Kaki).

TOD adalah konsep pembangunan daerah yang terfokus pada titik-titik transit angkutan massal, terutama yang bersinggungan dengan jaringan angkutan lain.

Dr Hayati menjelaskan konteks lokal TOD itu merupakan penerapan pembangunan yang dapat menurunkan emisi atau polusi udara dengan penggunaan energi dari transportasi yang mempertimbangkan kultur dan lingkungan lokal.

Baca juga: BBM ramah lingkungan tingkatkan kualitas kesehatan, sebut pakar

Sementara itu Dr  Dwi Nowo Martono, salah seorang akademisi SIL UI di bidang Proteksi Lingkungan, mengatakan diperlukan beberapa langkah pengendalian pencemaran udara, termasuk penerapan uji emisi sumber tidak bergerak dan uji emisi kendaraan bermotor, peningkatan kesadaran masyarakat tentang pencemaran udara dan dampaknya terhadap kesehatan.

"Penggunaan parameter PM2,5 sebagai tolok ukur utama kualitas udara wilayah, serta harmonisasi dan penerapan rencana tata ruang dengan benar dan konsisten," katanya.

 Dr  Agustino Zulys, salah seorang dosen dari Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI menambahkan polusi udara adalah udara normal yang terkontaminasi bahan kontaminan, seperti bahan kimia, fisika, dan biologi, berbentuk gas, cairan, atau padatan yang berbahaya, bagi makhluk hidup dan lingkungan.

Dalam menangani permasalahan polusi udara, ia menyarankan masyarakat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menggunakan masker ketika bepergian, konsumsi air putih yang cukup, menggunakan transportasi umum, dan menghentikan pembakaran sampah di udara terbuka.

Baca juga: Pakar perencanaan kota: Perlu kebijakan transportasi kurangi emisi
Baca juga: Pakar sebut perlu upaya lebih keras agar kualitas udara lebih baik

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023