Jakarta (ANTARA) - Kantor Penelitian Makroekonomi ASEAN+3 atau ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) mengatakan ketegangan lebih lanjut antara Amerika Serikat (AS) dan China akan berdampak buruk terhadap arus perdagangan dan investasi ASEAN+3.

"Eskalasi lebih lanjut melalui pembatasan tambahan atau lebih luas di kedua belah pihak, akan berdampak buruk terhadap arus perdagangan dan investasi ASEAN+3, karena keterhubungan dalam rantai pasokan global," kata Kepala Ekonom AMRO Hoe Ee Khor dalam konferensi pers yang diikuti virtual di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan laporan AMRO terkait pembaruan triwulanan ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Oktober 2023, ketegangan geopolitik AS-China masih paling relevan dengan prospek pertumbuhan ASEAN+3. Ketegangan antara China dan Amerika Serikat seputar perdagangan dan teknologi masih tinggi.

Sedangkan dalam jangka panjang, perubahan iklim yang kronis, munculnya penyakit menular baru terutama dalam konteks populasi menua di kawasan tersebut dan meningkatnya ancaman dunia maya merupakan risiko utama yang dihadapi kawasan ASEAN+3.

Sementara itu, pasar keuangan ASEAN+3 kembali mendapat tekanan pada kuartal ketiga 2023 menyusul kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan China dan prospek suku bunga global.

Hoe mengatakan pasar ekuitas di seluruh kawasan melemah pada Agustus 2023 karena gagal bayar (default) pengembang properti besar lainnya di China yang memicu kekhawatiran atas kemungkinan terjadinya krisis sistemik.

Analisa AMRO menunjukkan bahwa kontraksi sebesar 20 persen pada investasi real estat di China dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di sembilan negara ASEAN+3 pada 2024 sekitar 0,2 hingga 0,6 poin persentase.

Selain itu, kenaikan suku bunga yang terus berlanjut di negara-negara maju telah mendorong kenaikan imbal hasil obligasi ASEAN+3 sekaligus memberikan tekanan pada banyak mata uang di kawasan tersebut.

Jika perekonomian China melambat menjadi 4,3 persen pada 2024 atau satu poin persentase di bawah perkiraan dasar, maka pertumbuhan agregat negara-negara ASEAN+3 lainnya bisa turun 1,6 poin persentase, yang disebabkan oleh penurunan perdagangan, investasi, dan pariwisata.

Namun demikian, Hoe menuturkan pertumbuhan di China akan mendapatkan momentum seiring dengan stabilnya aktivitas domestik dan langkah-langkah dukungan kebijakan.

"Di luar sektor real estat, tanda-tanda pemulihan mulai terlihat di sektor investasi dan manufaktur," ujarnya.

Di sisi lain, meskipun ketakutan akan resesi di negara-negara maju telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir, menurut Hoe, hal tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja terutama jika suku bunga di AS dan Eropa tetap tinggi dalam jangka waktu yang lama.

Dalam skenario alternatif ketika AS dan Eropa jatuh ke dalam resesi pada 2024, pertumbuhan ASEAN+3 dapat turun hingga di bawah 3 persen, menjadi pertumbuhan terlemah sejak 1998 di luar perlambatan yang disebabkan oleh pandemi pada 2020.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023