Akumulasi utang yang cepat oleh sektor swasta atau publik membuat sistem keuangan lebih rentan terhadap guncangan yang tiba-tiba.
Jakarta (ANTARA) - Kantor Penelitian Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO) dalam Laporan Stabilitas Keuangan ASEAN+3 (ASEAN+3 Financial Stability Report/AFSR) 2023 menyatakan utang tinggi menyebabkan stabilitas keuangan ASEAN+3 rentan terhadap guncangan yang muncul mendadak.

"Akumulasi utang yang cepat oleh sektor swasta atau publik membuat sistem keuangan lebih rentan terhadap guncangan yang tiba-tiba," kata Kepala Ekonom AMRO Hoe Ee Khor.

Hal itu disampaikan Hoe dalam peluncuran AFSR 2023 pada Forum Kerjasama Ekonomi dan Stabilitas Keuangan ASEAN+3 yang kedua yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Garuda Indonesia rencanakan pelunasan sebagian surat utang dan sukuk

Total rasio utang terhadap PDB ASEAN+3, termasuk utang korporasi, rumah tangga, dan publik terus meningkat, mencapai puncaknya pada 325 persen PDB kawasan selama pandemi sebelum turun menjadi 299 persen PDB pada akhir pandemi COVID-19 tahun 2022.

Meningkatnya stok utang dan meningkatnya biaya pembayaran utang di tengah kondisi suku bunga yang tinggi saat ini telah meningkatkan risiko terhadap stabilitas keuangan, terutama karena langkah-langkah dukungan terhadap pandemi telah atau sedang dihapuskan.

Hoe menuturkan peningkatan utang yang lebih tinggi didorong oleh likuiditas yang melimpah dan langkah-langkah penanganan pandemi COVID-19.

Likuiditas yang melimpah dan berbiaya rendah yang disediakan oleh bank sentral global setelah krisis keuangan global telah memicu peningkatan utang ASEAN+3.

Dalam kondisi suku bunga rendah untuk jangka panjang itu, banyak perusahaan, rumah tangga, dan pemerintah di kawasan ini mengambil utang baru untuk membiayai konsumsi dan investasi.

"Lingkungan suku bunga rendah untuk jangka panjang yang ada sebelum kenaikan inflasi global baru-baru ini memfasilitasi akumulasi utang yang besar oleh dunia usaha, rumah tangga, dan pemerintah," ujarnya.

Selain itu, langkah-langkah stimulus moneter dan fiskal yang diterapkan selama pandemi COVID-19 semakin berkontribusi terhadap peningkatan rasio utang terhadap PDB.

Baca juga: Menkeu: Penerbitan sukuk global RI disambut baik di tengah volatilitas

Hoe menuturkan koreksi harga rumah dan meningkatnya beban utang akibat kenaikan suku bunga atau resesi dapat meningkatkan risiko gagal bayar, terutama bagi rumah tangga dengan leverage tinggi.

Perusahaan dengan neraca yang lemah mungkin menghadapi tantangan dalam pembiayaan kembali dan memenuhi beban bunga. Pemerintah dengan rasio utang terhadap PDB yang tinggi mungkin menghadapi peningkatan biaya refinancing dan risiko perpanjangan utang yang jatuh tempo.

Ketahanan beberapa lembaga perantara keuangan bank dan non-bank, yang bertindak sebagai perantara utang dan kreditor, mungkin akan diuji, sehingga berpotensi memperburuk kerentanan di pasar keuangan.

Kantor Penelitian Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO) adalah organisasi internasional yang didirikan untuk berkontribusi dalam menjaga ketahanan dan stabilitas makroekonomi dan keuangan di kawasan ASEAN+3, yang terdiri dari 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Tiongkok, Hong Kong, Jepang, dan Korea.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta seluruh pihak terkait mengantisipasi semua skenario yang mungkin terjadi di tengah situasi global saat ini, serta cepat dalam merespons perubahan.

“Yang paling penting antisipasi terhadap semua skenario ke depan. Cepat dalam merespons setiap perubahan,” kata Presiden dalam arahannya pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2023 di Jakarta, Rabu malam (29/11).

Baca juga: Kemenkeu: Komposisi utang pemerintah didominasi SBN hingga 88,86 %

Presiden mengatakan Indonesia harus optimistis, namun tetap harus bijaksana menghadapi perubahan yang super cepat.

“Kita harus prudent (bijaksana) dalam melangkah, tetapi juga jangan terlalu hati-hati, kredit terlalu hati-hati, kredit semuanya terlalu hati-hati, akibatnya kering perputaran di sektor riil,” jelasnya.

Dia meminta para pemangku kepentingan di bidang ekonomi terus memantau inflasi di lapangan, serta cepat menyelesaikan apabila ada masalah.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023