Perempuan dan anak adalah kelompok rentan yang berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah dari kepulan asap dan iklan rokok setiap harinya
Jakarta (ANTARA) -
Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) mendorong agar pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksana Undang-Undang Kesehatan (RPP Kesehatan) untuk segera disahkan, mengingat masalah konsumsi rokok mengkhawatirkan.
 
"Tanpanya, kita kehilangan payung hukum yang seharusnya melindungi dan berpihak pada produktivitas dan kesehatan masyarakat Indonesia," ujar Ketua Umum IYCTC Manik
Marganamahendra dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
 
Manik mengatakan mengacu pada data Riskesdas tahun 2018, prevalensi perokok anak di Indonesia naik dari 7,2 persen tahun 2013 menjadi 9,1 persen atau 3,2 juta anak pada 2018.

Baca juga: Kemenkes dorong penggunaan fitofarmaka ditanggung BPJS Kesehatan
 
Belum lagi prevalensi perokok elektronik naik sepuluh kali lipat dalam satu dekade dari 2011 sebesar 0,3 persen menjadi 3 persen pada tahun 2021 (GATS, 2021).
 
"Perempuan dan anak adalah kelompok rentan yang berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah dari kepulan asap dan iklan rokok setiap harinya," kata dia.
 
Angka tersebut juga semakin miris, kata dia, mengingat perpindahan media komunikasi masyarakat khususnya kaum muda yang beralih ke internet ternyata juga disertai dengan naiknya angka iklan rokok di internet.
 
Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) iklan rokok di internet naik dari 1,9 persen pada tahun 2011 menjadi 21,4 persen pada tahun 2021. Padahal BAPPENAS pernah mengingatkan bahwa tanpa adanya regulasi yang kuat, pada 2030 prevalensi perokok anak di Indonesia bisa mencapai 16 persen atau sekitar 6 juta anak.
 
Ia mengatakan semenjak Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 memandatkan penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024, belum juga ada upaya nyata untuk melindungi anak Indonesia dari rokok.

Baca juga: Gapero minta pembahasan RPP Produk Tembakau dipisah dari UU Kesehatan
 
Sebelumnya, wacana Revisi Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tak kunjung menemui cerah.

Peraturan tersebut semestinya direvisi mengingat masalah rokok di Indonesia semakin kompleks akan tetapi peraturannya justru sangat longgar.
 
Maka dari itu, menurutnya, RPP Kesehatan sebagai peraturan turunan dari UU Kesehatan yang baru perlu segera disahkan jika memang membawa perbaikan peraturan yang makin ketat untuk melindungi anak dan masyarakat Indonesia dari adiksi rokok.
 
Program Manager IYCTC Ni Made Shellasih mengatakan telah banyak kerugian yang ditimbulkan oleh rokok, salah satunya berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, kerugian makro ekonomi akibat rokok pada 2015 mencapai Rp596 triliun.
 
"Kerugian itu termasuk untuk belanja rokok, kerugian masa produktif karena morbiditas, disabilitas dan kematian dini, serta belanja karena penyakit akibat tembakau," katanya.

Baca juga: Peraturan turunan UU Kesehatan atur tata laksana telemedisin

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023