Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan mulut (oral) merupakan jalur utama bagi partikel mikroplastik masuk ke dalam tubuh manusia.

“Manusia terpajan mikroplastik melalui jalur oral, inhalasi atau pernapasan dan kontak langsung melalui kulit. Tapi, jalur utama pajanan mikroplastik pada manusia adalah melalui oral,” kata Direktur Penyehatan Lingkungan Kemenkes Anas Ma’ruf saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Anas menuturkan mikroplastik adalah potongan kecil plastik dengan ukuran kurang dari lima milimeter dan terdapat di lingkungan yang mengalami polusi plastik. Apabila ukurannya kurang dari sama dengan 10 mikrometer, maka dapat masuk ke saluran nafas.

Pada manusia, mikroplastik dapat masuk ke dalam mulut akibat terbawa oleh makanan yang dikonsumsi. Misalnya ikan atau hewan air yang sudah tercemar oleh limbah plastik, penggunaan garam saat pengawetan ikan maupun penggunaan wadah makanan yang terbuat dari plastik.

Baca juga: PDPI: Temuan mikroplastik dalam awan picu kerusakan paru manusia

Berdasarkan hampir semua studi tentang toksisitas mikroplastik yang menggunakan model eksperimental dengan dosis mikroplastik yang tinggi, dampak toksisitas yang mungkin disebabkan oleh mikroplastik antara lain adalah stres oksidatif, gangguan metabolisme, gangguan respon imun, gangguan syaraf, serta gangguan reproduksi dan perkembangan.

Sayangnya, kata Anas, bahaya mikroplastik bagi manusia masih belum jelas. Diperlukan penelitian lebih lanjut karena studi epidemiologis terkait mikroplastik relatif sedikit.

“Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti dampak mikroplastik yang masuk ke paru-paru pada masyarakat umum,” kata Anas.

Anis juga mengakui kalau penelitian terkait dampak mikroplastik terhadap kesehatan masyarakat dengan penyakit penyerta (komorbid) seperti penderita asma atau gangguan imun, perlu dikembangkan lebih lanjut supaya bisa diketahui efek lainnya.

Namun, telah diketahui bahwa mikroplastik sudah ditemukan di berbagai macam lingkungan seperti laut, sungai dan tanah. Mikroplastik juga telah ditemukan dalam paru-paru burung liar dan terdeteksi dalam darah, paru dan plasenta.

Baca juga: Waspadai bahaya mikroplastik jika tertelan oleh anak

Sedangkan saat menanggapi penemuan tim peneliti dari Jepang soal mikroplastik di dalam awan, Anas meyakini hal tersebut disebabkan oleh transfer airborne (udara) mikroplastik ke atmosfer, melalui proses atau tindakan mengubah beberapa zat fisik menjadi bentuk partikel kecil dan cukup ringan, untuk dibawa di udara menjadi aerosol (aerosolisasi).

Dengan adanya temuan tersebut, Anas menganjurkan masyarakat untuk mengantisipasi mikroplastik yang dibawa melalui udara masuk ke dalam tubuh dengan menggunakan masker apabila beraktivitas di luar rumah, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta mengurangi penggunaan plastik.

Pada Selasa (3/10), tim peneliti asal Jepang melalui studi yang dipublikasikan dalam jurnal Environmental Chemistry Letters menyatakan telah menemukan keberadaan partikel mikroplastik di dalam awan.

Fenomena tersebut berhasil diketahui setelah peneliti menggunakan teknologi canggih terhadap sampel air, ketika mendaki Gunung Fuji dan Gunung Oyama untuk mengumpulkan air dari kabut yang ada di kawasan sekitar.

Hasilnya, ditemukan 6,7 hingga 13,9 serpihan mikroplastik, di mana sembilan di antaranya berjenis polimer, dan sisanya berupa karet dengan kisaran ukuran yang ditemukan dalam awan yakni 7,1 sampai dengan 94,6 mikrometer.

Baca juga: Akademisi sebut mikroplastik ancam keberadaan burung migrasi

Baca juga: Menteri Trenggono tegaskan perlindungan produk perikanan dari pencemaran mikroplastik

Baca juga: Akademisi ingatkan bahaya mikroplastik bagi kesehatan dan lingkungan


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023