Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa hingga kini di Indonesia tidak pernah ada peraturan daerah (perda) syariah, seperti yang ditakuti beberapa pihak yang tidak mengerti tentang apa itu syariah, kata Ketua MUI, Ma`ruf Amin. "Yang ada adalah peraturan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai syariah, dan itu untuk kebaikan masyarakat, dan telah disetujui oleh banyak partai yang menjadi wakil rakyat," ujarnya dalam pernyataan bersama MUI-Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam di Jakarta, Senin. Menurut dia, setelah diterbitkannya peraturan-peraturan yang disebut sebagai perda anti-maksiat itu, angka kriminalitas di beberapa daerah cenderung menurun. Ma`ruf menyatakan, tidak ada pertentangan di antara perda-perda yang menjadi polemik di berbagai media massa tersebut dengan peraturan di atasnya, apalagi dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. "Saya justru melihat adanya upaya membenturkan, bahkan menjauhkan Pancasila dengan nilai-nilai agama, seperti terlihat dari adanya penolakan, keberatan dan protes tentang Perda yang di dalamnya terkandung nilai anti-maksiat," kata Ma`ruf. Melalui perda-perda inilah, dikatakannya, upaya mengawal dan menjaga akhlak bangsa ini dari penghancuran melalui pornografi dan pornoaksi bisa dilakukan. Pada kesempatan itu, Ma`ruf Amin juga mensinyalir, adanya kelompok-kelompok yang mengadu domba di antara Pemerintah dengan Ormas Islam. "Sebutan `preman berjubah` yang ditujukan kepada ormas Islam, dan terus-menerus digembar-gemborkan kelompok tertentu merupakan salah satu pernyataan provokatif yang membenturkan pemeritah dengan ormas Islam," ujarnya. Untuk itu, MUI dan Ormas Islam meminta pemerintah, agar tidak termakan provokasi tersebut, dan menyudutkan ormas Islam, karena hal itu justru akan memecah persatuan dan kesatuan bangsa. MUI juga mengimbau, umat Islam tidak bertindak anarkis dalam menyikapi setiap persoalan karena hal tersebut merupakan provokasi untuk menjatuhkan umat Islam, demikian Ma`ruf Amin. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006