Jakarta (ANTARA) - Panglima Komando Armada RI Laksamana Madya TNI Herru Kusmanto menilai upaya Indonesia membentuk konektivitas maritim selatan-selatan harus memanfaatkan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) yang terbagi atas ALKI I, ALKI II, dan ALKI III.

Dalam seminar nasional bertajuk “Konektivitas Maritim Selatan-Selatan” yang digelar Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI di Jakarta, Rabu (11/10), Laksdya TNI Herru menjelaskan tata kelola ALKI yang mencakup seluruh perairan RI harus terhubung dengan tata kelola jalur maritim dari negara-negara yang memanfaatkannya.

“Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai superhub regional tentunya Indonesia harus dapat memanfaatkan model connectivity maritim selatan-selatan atau kelompok negara-negara berkembang di sebelah (selatan), (yaitu) Timur Tengah, Afrika, Asia, maupun Amerika Selatan. Hal ini dapat diterapkan dengan membangun alur laut kepulauan Indonesia, kita punya 3 alur laut, yaitu ALKI I, II, dan III yang harus terintegrasi dengan rantai jalur-jalur maritim negara yang memanfaatkannya,” kata dia saat sesi seminar.

Oleh karena itu, TNI Angkatan Laut dalam upaya itu perlu memperkuat armada demi menjaga jalur pelayaran itu tetap aman, terutama di daerah-daerah rawan, termasuk di empat choke point Indonesia, yaitu di Selat Malaka, Selat Makassar, Selat Sunda, dan Selat Lombok.

“Choke point” merupakan perairan sempit yang menjadi jalur pelayaran strategis karena menghubungkan antarsamudera, antarpulau, atau antarbenua. Titik itu umumnya menjadi jalur pelayaran yang sibuk karena menjadi rute utama kapal-kapal niaga.

Baca juga: Koarmada II terima dua kapal pemburu ranjau baru pada 14 Agustus
Baca juga: KRI Malahayati dan KRI Fatahillah segera perkuat Koarmada III


“Untuk itu dalam rangka merespons geografi kita diperlukan kemampuan, diperlukan pembangunan kekuatan Angkatan Laut yang adaptif, yang mengamankan seluruh sea line of communication, dan empat choke point di Indonesia,” kata Laksdya Herru.

Dia mengatakan saat ini TNI AL dalam proses menyusun pembangunan kekuatan armadanya untuk periode 2025–2044 yang di antaranya mencakup peningkatan kapasitas prajurit, terutama dalam penguasaan teknologi, akuisisi teknologi, alutsista, perbaikan manajemen, dan organisasi.

Dalam membangun postur kekuatannya itu, Pangkoarmada RI menilai TNI AL harus punya kapasitas persenjataan (firepower) memadai dan kapasitas armada yang mampu beroperasi di luar perairan Indonesia, terutama untuk program-program diplomasi antarangkatan laut, dan melindungi kepentingan nasional di luar negeri.

“Tentunya ini sejalan dengan pembangunan postur TNI periode 2025 hingga 2044,” kata Herru Kusmanto.

Dalam kesempatan yang sama, Pangkoarmada RI memetakan ancaman-ancaman yang masih ditemukan di perairan Indonesia sehingga perlu diantisipasi jika Indonesia ingin membentuk konektivitas maritim selatan-selatan.

Hingga Agustus 2023, Pangkoarmada RI memetakan kasus-kasus kejahatan di laut yang masih mengancam perairan Indonesia.

“Kejahatan ini banyak didapati kapal-kapal (TNI AL, red.) yang melaksanakan patroli, antara lain di Selat Malaka, sepanjang ALKI I, II, III serta di wilayah perbatasan,” kata Herru.

Dia menyebut per Agustus 2023, kapal-kapal patroli TNI AL berhasil menangkap 17 kasus tangkap ikan ilegal (illegal fishing), 11 penyelundupan kayu ilegal (illegal logging), 38 kasus tambang ilegal, 10 kasus penyelundupan pekerja migran Indonesia, dan pelanggaran pelayaran sebanyak 78 kasus.

“Untuk kegiatan patroli dan pengawasan, kami gelar khususnya di laut-laut terbuka seperti gelar operasi di utara Laut Natuna, di Laut Sulawesi atau Ambalat, dan di laut, utara Papua yang berbatasan dengan Palau,” kata dia.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023