Durian itu menarik, dikenal luas, dan motifnya khas kala dituangkan ke dalam batik
Proses pewarnaan Batik Durian Lubuklinggau (Youtube/Batik Durian Lubuklinggau)


Wastra ramah lingkungan

Penting untuk memperhatikan produk-produk wastra ramah lingkungan dan mendukung produsen yang berkomitmen pada praktik-produksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Ini yang juga dilakukan para pengrajin batik durian Lubuklinggau. Kain yang dijual pada kisaran harga Rp250 ribu hingga Rp3,5 juta itu menggunakan pewarna alam seperti jengkol, pinang, indigo, hingga kayu tangi.

Hal itu membantu mendukung lingkungan dan mendorong industri tekstil menuju arah yang lebih berkelanjutan. Selain itu, pasar internasional kini juga telah condong memilih produk-produk ramah lingkungan.

Kami hanya akan pakai yang ramah lingkungan, 100 persen katun dan sutra murni, kami juga sudah belajar teknik pembuangan limbah yang cukup ramah lingkungan seperti tidak langsung membuang kain sisa, tapi mencelup kembali warnanya dengan kain lain,” Yetti menjelaskan.​​​​​​​

Baca juga: Wabup Biak: Batik Papua bagian identitas budaya Nusantara
Ketua TP-PKK dan Dekranasda Lubuklinggau Yetti Oktarina (kanan), dan penulis buku Rai Rahman Indra (tengah) pada peluncuran buku "Batik Durian Lubuklinggau" di Gramedia, Matraman, Jakarta Timur, Minggu (15/10/2023). (ANTARA/Pamela Sakina)


Diabadikan dalam buku

Diluncurkan di Jakarta, Minggu (15/10), Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui TP-PKK dan Dekranasda Lubuklinggau merilis buku “Batik Durian Lubuklinggau” untuk memperkaya khazanah batik Nusantara.

“Buku ini semoga bisa jadi awal untuk mengenalkan dan membuka mata agar publik dapat memahami keberadaan batik durian Lubuklinggau di antara batik-batik Nusantara," kata Yetti.

Buku berjenis coffee table book itu menceritakan satu dekade perjalanan batik bermotif durian yang kini menjadi ciri khas Lubuklinggau.

Terdiri dari 13 bab, buku ini diharapkan tidak hanya membuat pembaca mengenal lebih dalam tentang batik durian Lubuklinggau, namun juga turut bangga akan batik Nusantara yang semakin kaya dan beragam, termasuk kisah di baliknya.
Batik Durian Lubuklinggau (ANTARA/Pamela Sakina)

Penulis buku Rai Rahman Indra mengatakan bahwa buku ini diluncurkan tidak hanya sekedar mengenalkan wastra yang tergolong baru di antara batik khas daerah lainnya, namun juga menjadi literasi terhadap kekayaan intelektual milik Indonesia.

“Batik diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari Indonesia, namun hingga saat ini kalau kita cari buku tentang batik, itu sangat sedikit sekali, kita bangga dengan batik, tapi kita tidak punya literasi tentang batik yang cukup,” kata Rai.

“Semoga buku ini bisa menjadi penggugah bagi setiap daerah yang memiliki batik untuk lakukan hal serupa,” ujar mantan jurnalis tersebut menambahkan.

Seperti keinginan penemunya dan penulis buku "Batik Durian Lubuklinggau", kisah inspiratif perjalanan penciptaan hingga dikenalnya batik durian ke mancanegara ini diharapkan bisa memicu tumbuhnya kreativitas-kreativitas baru di bidang fesyen di Indonesia, yang pada gilirannya memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.

Baca juga: Buku "Batik Durian Lubuklinggau" perkaya khazanah batik Nusantara

Baca juga: Dekranasda gencarkan promosi Batik Lampung sebagai wastra tradisional

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023