Beras SPHP ini harga eceran tertinggi (HET) adalah Rp11.800/kg, atau jika dalam kemasan 5kg harganya Rp59 ribu. Jadi toko dilarang menjual di atas HET.
Manokwari (ANTARA) - Kepala Perum Bulog Cabang Manokwari, Papua Barat,  Stephanus Kurniawan meminta masyarakat di Manokawri melaporkan jika menemukan beras program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) dijual dengan harga di atas Rp59 ribu per kemasan 5 kg.

"Beras SPHP ini harga eceran tertinggi (HET) adalah Rp11.800/kg, atau jika dalam kemasan 5kg harganya Rp59 ribu. Jadi toko dilarang menjual di atas HET," kata Stephanus di Manokwari, Minggu.

Ia mengatakan, semua toko yang menjual beras SPHP harus membuat surat pernyataan menjual beras SPHP di bawah HET. Beras SPHP adalah beras medium dari Bulog yang mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga harganya dibatasi.

Baca juga: Bulog Sulteng memastikan ketersediaan beras SPHP memadai

Namun, dalam penerapannya Bulog tidak bisa selalu mengontrol setiap toko per hari. Karena itu butuh peran serta masyarakat untuk melaporkan jika ada toko yang melakukan pelanggaran menjual beras SPHP di atas HET.

"Tolong dilaporkan ke Bulog, beli di toko mana, belinya kapan. Nanti kami cek toko itu, apakah memang toko itu mengambil beras SPHP dari Bulog atau jual beras SPHP ke toko lain. Kalau terbukti, tentu kami kenakan sanksi toko itu tidak bisa mengambil atau menjual beras SPHP lagi," jelasnya.

Baca juga: Bulog Lampung bersama Satgas Pangan cegah beredarnya beras oplosan

Menurutnya, beras SPHP sebenarnya berfungsi untuk menjamin ketersediaan stok beras dan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Karenanya beras SPHP harganya murah namun memiliki kualitas yang lumayan bagus. Selain itu, beras SPHP dikemas per 5 kg sehingga bisa langsung dijual ke masyarakat.

"Jika ditemukan ada toko yang menjual beras SPHP dengan harga mahal bisa jadi karena toko itu mendapat beras SPHP dari toko lain. Itu juga tidak boleh. Beras SPHP tidak boleh dijual dari toko ke toko, tapi harus dijual dari toko ke konsumen," ujarnya.

Pewarta: Ali Nur Ichsan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023