Struktur penduduk di Jakarta akan mengalami perubahan yang signifikan
Jakarta (ANTARA) - Pakar demografi dan ekonom Universitas Indonesia Sonny Harry Budiutomo Harmadi mengatakan DKI Jakarta akan mengalami penurunan populasi produktif dan peningkatan populasi lanjut usia (lansia) akibat perpindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

"Struktur penduduk di Jakarta akan mengalami perubahan yang signifikan. Jumlah penduduk produktif akan menurun secara signifikan yang diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia," kata Sonny dalam Seminar Internasional Hari Kekayaan Negara tentang Reimagining Jakarta Future yang dipantau virtual di Jakarta, Senin.

Sonny menuturkan penurunan populasi produktif akan berdampak besar terhadap produktivitas dan struktur penduduk Jakarta. Populasi lanjut usia (lansia) yang berusia 65 tahun ke atas di Jakarta akan meningkat signifikan dari lima persen pada 2020 menjadi 21 persen pada 2050.

"Kalau kita menggunakan definisi lain dari elderly (lansia) dengan menggunakan usia 60 tahun ke atas, bahkan jumlahnya akan mencapai 28 persen. Bayangkan pada tahun 2050 hampir sepertiga penduduk Jakarta akan berusia lanjut," tuturnya.

Pembangunan dan perpindahan ibu kota negara baru akan melalui lima tahap pembangunan yaitu pada fase 1 2022-2024, fase 2 pada 2024-2029, fase 3 pada 2030-2034, fase keempat pada 2035-2039, dan fase kelima pada 2040-2045.

Menurut Sonny, mulai fase kedua perpindahan ibu kota negara, jumlah penduduk di Jakarta akan terus menurun. Penurunan tajam akan dimulai dari fase keempat perpindahan ibu kota negara pada 2035 dan seterusnya.

Ia mengatakan dalam suatu proyeksi populasi, dengan tanpa perpindahan ibu kota, Jakarta memang akan mengalami penurunan jumlah penduduk, namun dengan kebijakan pemindahan ibu kota negara, penurunan jumlah penduduk Jakarta justru semakin cepat karena Jakarta akan kehilangan lebih dari 200.000 penduduk pada 2030.

Sementara pada 2050 Jakarta akan kehilangan lebih dari 400.000 orang sebagai akibat dari perpindahan ibu kota negara.

Namun, dampak terbesar akan dialami oleh Jawa Barat karena akan kehilangan lebih dari 1,3 juta orang pada 2050. Sedangkan Banten akan kehilangan lebih dari 300.000 penduduk.

"Saya tidak tahu kabupaten atau kota mana yang paling merasakan dampak pemindahan ibu kota karena proyeksi jumlah penduduk dilakukan di tingkat provinsi, bukan di tingkat kabupaten dan kota," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan populasi penduduk di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara akan dibatasi hanya 1,91 juta orang sehingga tidak akan seperti Jakarta.

"Apakah nanti akan seperti Jakarta? Tidak. Justru terdapat pengendalian penduduk di sini (IKN)," ujar Fungsional Perencana Ahli Utama, Kementerian PPN/Bappenas Hayu Parasati.

Dia mengatakan, saat pemindahan tahap pertama pada 2024 diperkirakan sekitar 250 ribu penduduk yang terdiri dari pekerja konstruksi serta ASN dan TNI - Polri tahap pertama.

"Selesainya baru pada tahun 2045 yang diperkirakan 1,91 juta penduduk, tidak boleh lebih dari itu karena daya dukung lingkungan serta lahannya untuk 1,91 juta penduduk," katanya.

Pemindahan Ibu Kota Negara dilakukan sebagai salah satu strategi untuk merealisasikan Visi Indonesia 2045, mendorong transformasi pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi bangsa.

Kemudian mendorong percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata.

Pemindahan Ibu Kota Negara direncanakan dan dibangun dengan standar baru yang lebih tinggi, berkualitas, adaptif, inovatif, inklusif, berkeadilan, berkelanjutan, dan bermartabat.

Baca juga: Kemenkeu upayakan optimalisasi aset negara setelah kepindahan IKN
Baca juga: Menkominfo kukuhkan Bakohumas 2023-2028 perkuat kerja humas pemerintah

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023