Ini momen untuk menunjukkan keberpihakan negara pada kewajiban menjaga kemanusiaan TKI dengan bersikap responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan mereka, seperti status hukum, kebutuhan sosial, keamanan, dan psikologis para TKI."
Semarang (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari meminta Konsulat Jenderal RI di Jeddah untuk memanfaatkan program pemutihan Kerajaan Arab Saudi agar ribuan TKI yang melanggar batas izin tinggal (overstayers) memiliki dokumen keimigrasian.

"Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan berharap perpanjangan batas waktu pemberian amnesti hingga 4 Oktober 2013 dapat dimaksimalkan pemerintah Indonesia demi kepentingan TKI `overstayers`," kata anggota Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu kepada Antara melalui surat elektroniknya, Senin.

Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu mengemukakan hal itu terkait dengan pemberitaan di sejumlah media bahwa seorang tenaga kerja Indonesia bernama Marwah binti Hasan (55) asal Bangkalan, Madura, Jatim, meninggal dunia saat ikut mengantre di antara 400.000-an TKI yang akan mengurus surat perjalanan laksana paspor (SPLP) di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6).

Lebih lanjut Eva Kusuma Sundari menyatakan bahwa PDI Perjuangan sangat menyesalkan meregangnya nyawa atau luka-luka fisik sejumlah TKI akibat kekacauan pembakaran gedung saat mereka mengantre untuk mengurus SPLP tersebut.

Hal itu, menurut Eva K. Sundari yang juga Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, karena pelayanan KJRI tidak bisa maksimal mengingat para TKI hanya terkonsentrasi di Jeddah sehingga di luar kemampuan pelayanan KJRI.

PDI Perjuangan mendukung usulan supaya pelayanan KJRI juga dibuka di kota-kota selain Jeddah, seperti di Mekkah, Madinah, Thaif, Musaid, dan Khamis. Dengan menggunakan mekanisme kerja ad hoc, pelayanan-pelayanan tambahan di berbagai tempat tersebut dapat dibantu dengan mobilisasi sukarelawan-sukarelawan WNI, baik dari Tanah Air maupun mereka yang sedang bermukim di Saudi.

"Para sukrelawan Koordinator Wilayah (Korwil) PDI Perjuangan di Jeddah, misalnya, sudah terlibat dalam pemberian bantuan terhadap para TKI ini walau belum dilembagakan atau diintegrasikan oleh KJRI Jeddah," kata Eva K. Sundari.

PDI Perjuangan juga mengharapkan penghilangan persyaratan pengurusan SPLP oleh KJRI, terutama terhadap eks TKI yang lari dari majikan dengan meminta mereka menunjukkan paspor lama. Syarat ini, kata Eva, tidak mungkin dipenuhi mengingat kontrak-kontrak kerja TKI dan majikan menyertakan syarat bahwa paspor TKI dipegang oleh para majikan.

Yang paling mendesak, menurut Eva, adalah lobi pemerintah RI ke pihak Imigrasi Kerajaan Arab Saudi agar menerima SPLP yang dikeluarkan oleh KJRI dan tidak justru menolaknya. Hal ini ironis karena TKI memang pada posisi korban dari kebijakan negara berkaitan dengan kontrak kerja yang tidak membolehkan mereka memegang paspor milik mereka sendiri sampai masa kontrak kerja habis.

"Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa perjuangan para TKI menyabung nyawa untuk mendapatkan SPLP tidak sia-sia karena ditolak oleh Imigrasi Saudi," katanya mengingatkan.

PDI Perjuangan berharap pula agar momen pemutihan ini tidak dipaksakan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai momen untuk perekrutan para TKI "overstayers" yang sudah terdampar bertahun-tahun.

Sebaiknya, lanjut Eva, kedatangan bulan Ramadan tidak dimanipulasi sebagai alasan perekrutan oleh para Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang dibawa oleh BNP2TKI dari Indonesia bersama dengan PPTKIS setempat.

"Ini momen untuk menunjukkan keberpihakan negara pada kewajiban menjaga kemanusiaan TKI dengan bersikap responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan mereka, seperti status hukum, kebutuhan sosial, keamanan, dan psikologis para TKI. Tanggung jawab perlindungan harus diprioritaskan daripada kebutuhan negara untuk devisa," katanya mengingatkan lagi.

Eva menekankan bahwa Pemerintah harus sekaligus memikirkan penyediaan angkutan pulang bagi 400.000-an TKI "overstayers" yang menginginkan pulang ke Tanah Air.

"Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya mengingatkan kewajiban negara untuk juga responsif terhadap kepentingan atau kebutuhan keluarga," katanya.

(D007/Z002)

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013