Jakarta (ANTARA) - Dokter bidang nutrisi dan penyakit metabolik ilmu kesehatan anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif Sp.A(K) mengatakan cara mengatasi anak yang susah makan adalah dengan memperbaiki pola jadwal makannya sejak masih ASI.

“Jadi anak itu ada lapar dan kenyang, itu yang kita betulkan. Dan begitu sudah diatasi itu, sudah bagus,” kata Damayanti dalam diskusi daring diikuti di Jakarta, Rabu.

Ia juga menjelaskan anak sulit makan ada beberapa macam, yaitu anak yang hanya mau makan makanan tertentu saja atau picky eater, dan ada juga yang selected eater yaitu tidak suka bentuk makanan apapun. Namun orang tua tetap harus memenuhi empat jenis makanan yaitu karbohidrat, sumber protein hewani, sayur dan buah.

Damayanti mengatakan, sekitar 87 persen batita memiliki masalah sulit makan karena tidak mengetahui pola makan yang benar. Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan mengatur pola makan harus dilakukan sejak bayi masih mengonsumsi ASI dan melihat tanda lapar anak.

Seorang ibu perlu tahu kebiasaan lapar bayi yang biasanya berkisar 1,5 jam hingga 2 jam. Ibu yang responsif terhadap sinyal lapar anak, akan menciptakan hubungan yang kuat dan akan menumbuhkan perasaan kepercayaan dasar (basic trust) anak bahwa ada yang menyadari tanda laparnya.

Baca juga: Enam makanan kaya nutrisi untuk kesehatan otak

Baca juga: Ahli: Masalah makan pada anak bisa sebabkan gangguan tumbuh kembang


Disitulah anak akan melihat keteraturan yang dibangun sang ibu dan menemukan pola lapar dan kenyangnya.

Hal ini juga berlaku ketika anak sudah memasuki masa MPASI atau makanan pendamping ASI. Idealnya pola makan anak yang memasuki MPASI adalah 3 kali makan utama, 2 kali cemilan dan 3 kali ASI.

“Nah disitu nanti dia melihat keteraturan. Nanti anaknya semakin besar, kan lambungnya juga semakin besar. Dia makan minumnya semakin cepat, ibunya juga semakin tahu, saat laparnya dia bisa minum ASI lebih banyak, sehingga laparnya lebih panjang, kalau itu tidak diperhatikan ya berantakan semua,” ucapnya.

Pola makan yang teratur ini juga perlu diterapkan ketika anak harus diasuh oleh orang lain selain orang tuanya. Setiap makan, kata Damayanti, juga harus ada komunikasi dan interaksi yang bisa meningkatkan bonding orang tua terutama ibu, kepada anaknya sehingga anak terstimulasi dengan baik.

Perkenalan makanan pada anak juga harus didasari dengan apa yang keluarga makan sehingga anak tidak pilih-pilih makanan, tentunya dengan tekstur yang disesuaikan dengan fase pertumbuhan. Damayanti juga mengatakan makanan MPASI anak juga perlu bumbu-bumbu agar meningkatkan selera makannya.

Namun jika orang tua menemukan anak kesulitan untuk kenal makanan baru hingga mengubah perilakunya, sebaiknya konsultasikan ke psikiatri untuk diobservasi.

Selain mengatur jam makan yang baik, pola tidur anak juga perlu diperhatikan agar pertumbuhannya juga baik dan tidak terganggu. Terlalu banyak tidur siang akan mengganggu jam makannya dan utamakan tidur malam karena di jam 11 sampai 2 malam hormon pertumbuhan bekerja.

“Kalau jamnya makan, dibangunin. Sehingga dia nanti lama-lama bergeser tidurnya ke malam. Karena banyak sekali akhirnya tidurnya siangnya banyak, terus malamnya dia bergadang, nggak dapet tuh hormon pertumbuhannya nanti,” ucap Damayanti.

Untuk anak usia 0-2 tahun idealnya jam 8 malam sudah masuk kamar untuk bersiap tidur tanpa gadget, agar mendapatkan tidur yang nyenyak dimana jam hormon pertumbuhan bekerja.

Baca juga: Menjaga hidup tetap berkualitas di masa menopause

Baca juga: Rahasia kesehatan di balik menu makanan khas Jepang yang melegenda

Baca juga: Golden Mom bantu cegah stunting dengan edukasi untuk orang tua


Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023