Chongqing (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyebut pandemi COVID-19 mengajarkan perlunya kolaborasi dan integrasi di bidang riset dan penelitian bagi Indonesia.

"Pandemi ini tentunya telah membantu kita untuk lebih memperkuat kerja sama di tingkat global. Saya yakin di Indonesia dan seluruh dunia, kita semua belajar dari pandemi COVID-19," kata Laksana Tri Handoko dalam sesi "Forum on Future Medicine Innovation Cooperation" di Chongqing, China, Senin.

Sesi tersebut merupakan bagian acara dari Belt and Road Conference on Science and Technology Exchange (Konferensi Sabuk dan Jalur untuk Pertukaran Sains dan Teknologi) dengan tema "Bersama untuk Inovasi, Pembangunan untuk Semua" yang berlangsung di Chongqing, China pada 6-7 November 2023.

Konferensi tersebut adalah salah satu kelanjutan kerja sama dari "Belt and Road Forum" yang diselenggarakan di Beijing pada 17-18 Oktober 2023 yang juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.

"Apalagi bagi negara dengan jumlah penduduk banyak seperti Indonesia yang memiliki banyak kota dan tinggal tersebar di berbagai pulau, maka pandemi ini memerlukan anggaran ekstra," ungkap Handoko.

Handoko menyebut pada awal pandemi, Indonesia menyadari betapa rentannya Indonesia saat itu karena belum siap untuk mengembangkan segala sesuatu yang terkait penanganan pandemi mulai dari vaksin, obat-obatan peralatan medis dan tentu saja juga sumber daya manusia yang dapat menangani pasien yang terinfeksi dalam jumlah besar.

"Kami hanya memiliki sistem penanganan yang sangat rapuh namun syukur dengan kerja sama dan kerja keras semua pihak kami dapat mengatasi pandemi dengan baik dan terima kasih banyak juga atas kerja sama pemerintah China saat itu. Kami telah pulih relatif cepat dan pada saat yang sama mengambil banyak pelajaran selama pandemi ini," ungkap Handoko.

Saat ini, Indonesia khususnya BRIN, sudah siap dalam pengembangan untuk mengatasi kondisi pandemi misalnya, penyediaan vaksin berdasarkan strain lokal baik yang berasal dari virus maupun bakteri.

"Kami juga telah mampu mengembangkan perangkat medis termasuk ventilator tipe canggih, berbagai variasi tes cepat baik untuk penyakit menular maupun tidak menular termasuk sejumlah tipe kanker yang banyak dijumpai di Indonesia," tambah Handoko.

Namun perubahan terbesar di Indonesia di bidang riset karena pandemi, adalah mengubah manajemen riset di Indonesia.

"Pertama-tama dengan mengintegrasikan semua lembaga penelitian pemerintah. Tadinya kami memiliki 49 lembaga penelitian yang kemudian terintegrasi dalam satu lembaga setingkat kementerian yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional. Kami memulai integrasi pada tengah pandemi yaitu April 2021 dan telah kami selesaikan prosesnya pada awal 2022," katanya.

Saat ini BRIN sudah mampu menempatkan seluruh sumber daya manusia dalam BRIN dan mengatur ulang infrastruktur di bawah satu manajemen.

"Jadi sekarang lembaga kami tidak hanya menjadi lembaga pelaksana yang melakukan penelitian di segala bidang, tapi juga menjadi lembaga keuangan dan penyedia infrastruktur penelitian nasional bagi seluruh pihak yang terkait dengan penelitian termasuk bagi industri lokal dan lembaga penelitian dan pengembangan dari berbagai perusahaan Indonesia," tambahnya.

Tujuannya adalah mengurangi biaya penelitian sekaligus mendorong pengembangan riset dan penelitian swasta di dalam negeri.

"Inilah alasan mengapa kami saat ini melakukan banyak upaya untuk memperkuat kapasitas misalnya saja, kami sedang merevitalisasi kapal riset, merevitalisasi reaktor yang kami miliki untuk produksi isotop, mengembangkan satelit penginderaan jarak jauh, dan pada saat yang sama, kami juga telah menempatkan stasiun tanpa awak di seluruh negeri untuk mendukung pengembangan ilmu lingkungan," jelas Handoko.

Semua inisiatif tersebut dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan pihak swasta dan global dan di bawah pengelolaan BRIN.

"Kami ingin mengundang mitra eksternal untuk bergabung dan membuat inisiatif tidak hanya bertujuan ilmiah, tetapi juga memiliki dampak ekonomi nyata dan masa depan. Sekali lagi saya ingin mengundang seluruh perwakilan dalam pertemuan ini untuk bergabung bersama kami, untuk bekerja sama, bergandengan tangan, dan kami sangat terbuka untuk berdiskusi dan melakukan perubahan termasuk mekanisme pendanaan," kata Handoko.

Lebih dari 300 peserta dari 70 negara dan organisasi menghadiri konferensi tersebut, termasuk peraih Nobel bidang Fisika Konstantin Novoselov, akademisi, pakar, rektor universitas, para peneliti dari berbagai lembaga penelitian.

China telah menandatangani perjanjian kerja sama sains dan teknologi antarpemerintah dengan lebih dari 80 negara yang ikut dalam Inisiatif Sabuk dan Jalur (Belt and Road Initiative atau BRI).

Konferensi ini diselenggarakan bersama oleh Kementerian Sains dan Teknologi China, Akademi Ilmu Pengetahuan China, Akademi Teknik China, Asosiasi Sains dan Teknologi China, Pemerintah Kota Chongqing, dan Pemerintah Provinsi Sichuan.

Baca juga: Kepala BRIN tawarkan skema penelitian bersama ke negara Belt and Road
Baca juga: BRIN ungkap potensi logam tanah jarang untuk wujudkan nol emisi karbon
Baca juga: BRIN sampaikan potensi limbah lignoselulosa untuk bahan baku bioetanol

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023