Banda Aceh (ANTARA) - Perancang busana ternama Indonesia Samuel Wattimena mengajak masyarakat untuk memanfaatkan rempah Aceh sebagai pewarna alami terhadap wastra (kain tradisional).

"Kami dari perancang fesyen mengajak agar rempah ini dijadikan sebagai pewarna alami yang nantinya dapat memperkuat ekonomi di Aceh," kata Samuel di Banda Aceh, Senin.

Hal itu disampaikan Samuel pada seminar internasional peluang masa depan ekonomi rempah yang dilaksanakan dalam rangkaian acara Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 di Banda Aceh.

Ia menyampaikan pemanfaatan rempah sebagai pewarna alami turut menjaga perekonomian masyarakat Aceh dan devisa, sebab tidak perlu lagi mengimpor zat pewarna kimia (chemical color) yang memang seluruhnya didatangkan dari luar negeri.

Baca juga: DGA: Rempah Aceh tercatat dalam peta perdagangan global

Baca juga: Aceh Besar pamerkan jalur rempah dari hulu ke hilir


Di sisi lain, pewarna alami dari rempah ini harusnya menjadi pilihan yang harus segera dimulai untuk menyelamatkan kekayaan rempah Aceh yang sudah tergerus akibat kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

"Aceh memang memiliki banyak potensi rempah, tetapi beberapa rempah yang dulu ada sudah sulit ditemukan sekarang karena dampak kerusakan lingkungan sehingga pewarna alam di Aceh harus menjadi pilihan," ujarnya.

Di Aceh sendiri, kata dia, pada masa dahulu, rempah tidak hanya menjadi bahan masakan dan obat-obatan. Keberadaannya juga dapat ditemukan dalam motif-motif wastra Aceh seperti pada kain tenun. Tetapi, belum menggunakan pewarna alam untuk kain maupun benang.

Untuk itu, pemanfaatan rempah sebagai pewarna alami merupakan gagasan yang baik agar Aceh tidak hanya menjadi eksportir rempah, tetapi juga menjadi pemain dalam perekonomian.

"Kapasitas ekspor kita besar, tetapi belum menjadi pemain sehingga kita perlu memikirkan bagaimana UMKM juga dapat mengambil bagian," katanya.

Dirinya berharap, Pemerintah Aceh dapat mengakomodasi lembaga keterampilan untuk melahirkan pelaku yang dapat memanfaatkan rempah menjadi banyak produk.

"Lembaga keterampilan ini yang masih belum terakomodasi di Aceh," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, ia mengajak partisipasi generasi muda untuk memulai gagasan pemanfaatan rempah sebagai pewarna alam dengan segera, sebab membudayakannya butuh waktu yang lama.

"Dengan lokal wisdom, kita akan mandiri dengan apa yang ada di sekeliling, terutama kepada generasi muda, ini merupakan warisan atau hadiah di masa mendatang," katanya.

Dirinya menuturkan pengenalan pewarna alami kepada masyarakat juga tidak mudah, karena dalam proses sosialisasi, banyak yang menolak karena pewarna kimia dianggap lebih praktis.

"Saya membina para pembatik untuk mulai menggunakan pewarna alam, tidak kurang 10 tahun karena alasan repot dan warnanya tidak cemerlang," demikian Samuel.*

Baca juga: Sabang perkenalkan lima jalur rempah dari masa ke masa

Baca juga: Disbudpar: Dua negara pastikan hadir di Pekan Kebudayaan Aceh ke-8

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023