Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut adanya fenomena melukai diri pada anak yang merupakan pengaruh konten self harm di media sosial TikTok disebabkan belum adanya peraturan perlindungan anak di platform digital.

"Saya kira belum ada perlindungan anak di platform digital yang dibahas, sampai tingkat teknis pada penindakan seperti ini," ujar Wakil Ketua KPAI Jasra Putra dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPAI: Perlu sanksi hukum bagi pelaku penyebar konten self harm

Menurut dia, fenomena melukai diri akibat pengaruh tren self harm di media sosial TikTok sangat membahayakan generasi muda.

Fenomena itu ramai di platform media sosial TikTok dengan korban anak-anak sekolah.

Untuk itu, menurut Jasra Putra, perlu ada pengawasan terhadap hal-hal yang sudah diatur pemerintah, khususnya terkait perlindungan anak dalam penggunaan TikTok.

Sebab, ada persoalan menyangkut kejiwaan terkait tren TikTok ini, sehingga pengelola dan pemerintah harus melakukan pembatasan pada anak demi melindungi mereka.

Sebelumnya, sebelas murid sekolah dasar (SD) di Situbondo, Jawa Timur, nekat melukai tangannya sendiri menggunakan alat kesehatan jenis GDA stick yang dijual oleh seorang pedagang keliling di sekitar sekolah.

Baca juga: KPAI: Sekolah terapkan Permendikbudristek 46 untuk Cegah perundungan

Baca juga: KPAI desak Kominfo dan Polri blokir game online berunsur perjudian


Belasan anak yang melukai tangannya sendiri itu mengaku mengikuti tren di media sosial TikTok.

Sementara pada Oktober 2023, fenomena self harm terjadi di Kabupaten Magetan. Sebanyak 76 siswa SMP Negeri di Kabupaten Magetan pernah melukai diri sendiri dengan menggunakan benda tajam, seperti pecahan kaca, jarum, hingga penggaris.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023