Beijing (ANTARA) - Pengurusan legalisasi dokumen publik yang diterbitkan di China maupun di Indonesia untuk digunakan di masing-masing negara saat ini dapat menghemat waktu pascapemberlakuan Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi Dokumen Resmi Asing (Konvensi Apostille) oleh pemerintah China.

"Per 7 November 2023, China sudah mulai memberlakukan Konvensi Apostille dengan menerbitkan sertifikat 'apostille' untuk seluruh dokumen publik yang tercakup dalam ruang lingkup konvensi, jadi ini masih sangat baru di China," kata Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing Widya Airlangga di Beijing, Rabu (8/11).

Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi Dokumen Resmi Asing (Konvensi Apostille) merupakan bentuk pengesahan tanda tangan pejabat, pengesahan cap dan atau segel resmi dalam suatu dokumen publik asing melalui pencocokan spesimen di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) selaku otoritas berwenang.

Sebelumnya, Indonesia pada 14 Juni 2022, secara resmi juga telah memberlakukan layanan sertifikat "apostille" bagi dokumen publik yang diterbitkan di Indonesia baik yang akan digunakan di negara pihak Konvensi Apostille lainnya, maupun dokumen publik asing yang diterbitkan oleh negara pihak Konvensi Apostille yang akan digunakan di Indonesia.

"Apa efek dari mulai diberlakukannya sertifikat 'apostille'? Maka seluruh dokumen publik yang telah mendapatkan stiker 'apostille' tersebut bisa langsung digunakan di negara pihak 'apostille' lainnya tanpa harus melalui legalisasi konsuler di perwakilan Indonesia di China baik di KBRI Beijing, KJRI Guangzhou maupun di Shanghai dan juga di KJRI Hong Kong yang telah mulai menerapkan 'apostille' lebih dahulu dibandingkan China daratan," tambah Airlangga.
Baca juga: KBRI Beijing layani pergantian paspor WNI di Chongqing

Dokumen-dokumen publik yang biasa digunakan misalnya akta kelahiran, surat nikah, surat perceraian, akta kematian hingga ijazah mahasiswa Indonesia yang bersekolah di China atau ijazah Indonesia yang diperlukan untuk melanjutkan sekolah di China dapat diajukan ke otoritas berkompeten untuk mendapatkan sertifikat "apostille".

Airlangga menyebut dengan penerapan sertifikat "apostille" tersebut maka antara lain akan memangkas waktu layanan pengurusan legalitas dokumen sekitar 20 hari kerja.

"Kalau sebelum 7 November itu prosedurnya adalah agar secarik kertas itu punya legalitas, maka harus dibawa ke notaris terlebih dahulu. Dari notaris, akan disahkan tanda tangan notaris oleh bihak yang berkompeten dalam hal ini Kementerian Luar Negeri China, setelah itu dibawa ke KBRI untuk mendapatkan legalisasi dari fungsi protokol dan konsuler KBRI lalu dibawa ke Indonesia, baru bisa ijazah itu akan didaftarkan ke Dikti untuk digunakan di Indonesia," jelas Airlangga.

Namun, dengan layanan "apostille" maka ada prosedur yang dipotong atau dipangkas, lanjutnya.

"Jadi begitu sudah mendapatkan ijazah langsung mengajukan sertifikat 'apostille' di Kementerian Luar Negeri China yang sudah bisa digunakan di 126 negara para pihak penerbit sertifikat 'apostille' di seluruh dunia," tambah Airlangga.

Sedangkan untuk dokumen yang diterbikan oleh pemerintah Indonesia, maka masyarakat dapat datang ke Direktorat Administrasi Hukum dan Umum Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan sertifikat "apostille".
Baca juga: KBRI Beijing beri pelayanan ganti paspor untuk WNI di Wuhan

"Memang di masa transisi ini, kami paham pasti ada saja pihak-pihak yang mungkin belum memahami sepenuhnya bahwa sertifikat 'apostille' itu bisa langsung diberlakukan di negara pihak, jadi sangat disarankan sebelum melakukan aplikasi untuk mendapatkan sertifikat 'apostille' itu menanyakan lebih dahulu kepada instansi tujuan apakah sertifikat 'apostille' ini sudah bisa diterima karena harusnya sudah bisa," ujar Airlangga.

KBRI Beijing sendiri akan menerapkan masa transisi penerapkan sertifikat "apostille" dari 7-30 November 2023.

"Jadi di masa tersebut, semua layanan-layanan legalisasi yang masih masuk ke kami masih akan kami terima namun ke depannya kami akan sudah mulai dokumen-dokumen itu langsung diarahkan ke Kemenlu China untuk mendapatkan sertifikat 'apostille' yang berdasarkan penelitian saya sendiri dapat memangkas waktu 20 hari kerja untuk melakukan legalisasi," ucap Airlangga.

Selain Kemenlu China terdapat 31 Kantor Urusan Luar Negeri (Foreign Affairs Office/FAO) pemerintah daerah setempat yang dapat mengeluarkan sertifikat "apostille" untuk dokumen publik yang diterbitkan dalam wilayah administrasi masing-masing: yaitu Provinsi Anhui, Kota Chongqing, Provinsi Fujian, Provinsi Guangdong, Daerah Otonomi Suku Zhuang Guangxi, Provinsi Guizhou, Provinsi Henan, Provinsi Heilongjiang, Provinsi Hubei, Provinsi Hunan, Provinsi Hainan, Provinsi Jilin, Provinsi Jiangsu, Provinsi Jiangxi, Provinsi Liaoning, Provinsi Sichuan, Provinsi Shandong, Kota Shanghai, Provinsi Shaanxi, Provinsi Yunnan, Provinsi Zhejiang, Provinsi Gansu, Provinsi Hebei, Provinsi Shanxi, Daerah Otonomi Mongolia Dalam, Kota Changchun, Kota Harbin, Kota Ningbo, Kota Jinan, Kota Qingdao dan Kota Shenzhen.

Baca juga: KBRI Beijing beri pelayanan kekonsuleran saat liburan Perahu Naga

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023