Addis Ababa (ANTARA) - Komisi Uni Afrika (UA) pada Selasa (7/11) menyatakan kekhawatiran yang mendalam terkait pendanaan berkelanjutan untuk kegiatan teroris di Afrika.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika dalam sebuah komunike yang dikeluarkan usai pertemuan mengenai kontraterorisme di Afrika belum lama ini.

"Dewan ini menyatakan kekhawatiran yang mendalam atas pendanaan yang berkelanjutan untuk kegiatan terorisme, terutama hubungan yang berkembang antara terorisme dan kejahatan terorganisasi transnasional, termasuk perdagangan narkoba, eksploitasi dan perdagangan sumber daya alam dan mineral secara ilegal, serta aliran keuangan ilegal yang memiliki dampak melemahkan perekonomian nasional negara-negara anggota," demikian bunyi komunike tersebut.

Lebih lanjut, dewan itu menyatakan kekhawatiran atas meningkatnya ancaman terhadap perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Afrika yang ditimbulkan oleh penyebaran terorisme dan ekstremisme kekerasan di seluruh benua itu, yang merongrong upaya UA untuk menghentikan kekerasan bersenjata api di Afrika pada 2030 mendatang.

Dewan itu mengatakan bahwa ancaman perdamaian dan keamanan di Afrika telah mengganggu kemajuan menuju realisasi aspirasi cetak biru pembangunan Agenda 2063 Afrika dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dewan itu juga "mengutuk keras semua tindakan terorisme dan ekstremisme kekerasan yang dilakukan di Benua Afrika oleh pihak mana pun, di mana pun, yang dalam situasi apa pun tidak dapat dibenarkan."

Pernyataan tersebut menegaskan kembali tekad UA untuk membebaskan Afrika dari masalah terorisme dan ekstremisme kekerasan. Mereka juga menyerukan semua negara anggota untuk tidak memicu, menghasut, mengorganisasi, memfasilitasi, berpartisipasi dalam pembiayaan, atau mendorong kegiatan teroris.

Dewan tersebut mendorong negara-negara anggota UA untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan wilayah masing-masing tidak digunakan sebagai tempat berlindungnya teroris. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023