Tanah tanpa pengolahan cenderung memiliki emisi metana yang lebih rendah. Daya rembesan air pada tanah yang cepat juga akan mengurangi emisi metana
Jakarta (ANTARA) - Periset Limnologi Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) I Gusti Ayu Agung Pradnya Paramitha mengatakan pemilihan varietas padi yang tepat merupakan salah satu alternatif teknik untuk mengurangi emisi metana dari tanah.

"Contohnya untuk di Indonesia, varietas dodokan dinilai baik untuk menurunkan kadar emisi metana. Sedangkan varietas cisadane memiliki kecenderungan mengemisi metana lebih tinggi," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Baca juga: BRIN ungkap potensi kacang lokal sebagai pengganti kedelai
 
Agung mengungkapkan metana memiliki kapasitas menyerap dan memancarkan radiasi hingga 30 kali lebih tinggi dibanding karbon dioksida dalam waktu singkat ke atmosfer.
 
Pertanian padi sawah merupakan salah satu yang berkontribusi sebagai sumber emisi metana yang bersifat antropogenik atau pengaruh manusia terhadap alam.
 
Menurutnya, bagian tanaman padi yang disebut aerenchyma adalah salah satu faktor yang menjadi penentu emisi metana, karena sekitar 90 persen gas metana dari persawahan dihasilkan melalui saluran tersebut.
 
Pembentukan metana melalui proses metanogenesis membutuhkan suhu antara 30 hingga 40 derajat celsius untuk mengaktifkan metanogen (mikroba pembentuk metana).
 
Fluktuasi musiman emisi metana berkaitan erat dengan perubahan suhu tanah, sehingga perubahan suhu lingkungan dan musim sangat mempengaruhi produksi metana pada lahan basah.
 
"Tanah tanpa pengolahan cenderung memiliki emisi metana yang lebih rendah. Daya rembesan air pada tanah yang cepat juga akan mengurangi emisi metana," kata Agung.

Baca juga: BRIN upayakan pengonservasian rotan manau
 
Dia memaparkan bahwa tanah yang gembur juga memiliki emisi metana yang lebih tinggi, dan keasaman tanah netral biasanya dapat mengoptimalkan pembentukan metana.
 
Selain itu, metana yang diproduksi padi diantaranya tergantung pada jumlah anakan, biomassa, pola perakaran, kemampuan oksidasi, dan aktivitas mikroba di sekitar akar padi.
 
"Untuk meningkatkan hasil padi adalah dengan cara menambahkan pembenah tanah jerami padi, pupuk hijau, pupuk kendang, dan kompos. Namun, hal tersebut disinyalir dapat meningkatkan kadar emisi metana ke atmosfer," terang Agung.
 
“Sebaliknya, pupuk yang mengandung garam, sulfat, nitrogen, besi, gipsum, Mn4+ dan SO42 dapat mengurangi emisi metana," imbuhnya.
 
Berbagai sistem irigasi berpengaruh signifikan terhadap metana dan pertumbuhan padi, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas air. Rata-rata kumulatif terendah terdapat pada perlakuan pengeringan menengah selama empat minggu selama periode generatif pertumbuhan padi.
 
Kegiatan penggenangan dan pengeringan mempengaruhi ketersediaan air dan konsentrasi oksigen dalam tanah. Metana akan terbentuk saat tanah tergenang dan tetap terperangkap hingga air terkuras.
 
Pusat Riset Limnologi Sumber Daya Air BRIN Hidayat mengungkapkan gas metana berpotensi sebagai pemanas di bumi, sehingga diperlukan pencegahan untuk menahan lajunya. Salah satu pemicu metana di alam adalah berasal dari lahan padi sawah.
 
“Metana merupakan salah satu kontributor gas yang menyebabkan pemanasan global, hingga 10 persen dan yang terbesar kedua bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Oleh karena itu, penting untuk memitigasi metana guna menahan laju pemanasan global,” pungkas Hidayat.

Baca juga: BRIN sebut tanaman mangrove mampu menyerap emisi karbon

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023