Jakarta, Indonesia, (ANTARA/PRNewswire)- Dalam memperingati Hari Penglihatan Sedunia 2023, Bayer mengajak pasien diabetes di Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan risiko retinopati diabetik (kerusakan pada pembuluh darah retina mata). Penyakit ini dapat mengarah pada Diabetic Macular Edema (DME) yang berujung pada kebutaan jika tidak di terapi dengan baik.[1] 

Dalam semangat tema tahun ini "Love Your Eyes at Work"[2]  Bayer menekankan pentingnya  pemeriksaan retina mata secara rutin bagi pasien diabetes, dan berkonsultasi dengan dokter mata untuk mendapatkan penanganan yang tepat guna.

Menurut data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2021, Indonesia menduduki peringkat ke-5 dari 10 negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar (rentang usia 20-79 tahun) yaitu 19,5 juta orang dan di prediksi mencapai 28,6 juta di tahun 2045.[3]   IDF juga menyebutkan bahwa 1 dari 3 penderita diabetes akan mengalami suatu bentuk kehilangan penglihatan (vision loss) semasa hidupnya.[4]  Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) pada tahun 2022 menunjukan bahwa Indonesia menjadi negara dengan angka kebutaan tertinggi di Asia Tenggara, yang salah satunya disebabkan oleh retinopati diabetik.[5] 

Di Indonesia prevalensi Retinopati Diabetik (RD) terjadi pada pasien diabetes tipe 2 sebesar 43,1%, dengan angka pasien yang kemungkinan mengalami RD yang mengancam penglihatan (VTDR = vision-threatening diabetic retinopathy) sebesar 26.3%.[6]  Untuk mencegah terjadinya perburukan RD hingga kebutaan, perlu dilakukan kontrol faktor-faktor risiko sistemik pada pasien seperti tekanan darah, tingkat glikemik yang optimal serta tingkat lipid.[7]  Prevalensi kebutaan bilateral adalah 4% pada pasien dengan RD dan 7.7% pada pasien dengan VTDR.[6] 

"Menurut guideline Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) 2022 [8] ,  langkah pertama yang harus dilakukan oleh penderita diabetes adalah melakukan pemeriksaan mata pada 5 tahun pertama setelah terdiagnosa diabetes tipe 1 dan sesegera mungkin pada pasien diabetes tipe 2. Jika tidak ada gejala retinopati dan gula darah terkontrol dengan baik, maka pemeriksaan dapat dilakukan 1-2 kali dalam setahun," ujar dr. Dewi Muliatin Santoso, Head of Medical Department of Bayer Pharmaceutical.

Aflibercept: solusi pengobatan bagi penderita DME

Retinopati Diabetik terjadi akibat dari diabetes jangka panjang dan menyebabkan inflamasi yang merusak pembuluh darah mata yang kecil ( mikrovaskular) dan meningkatkan pertumbuhan pembuluh darah baru di retina atau endotelial vaskular (VEGF) yang mengakibatkan kebocoran pembuluh darah dan pada akhirnya terjadi Diabetik Makular Edema (DME).[1]  Akibat dari DME seperti penglihatan menjadi tidak fokus, adanya bercak hitam, warna buram, garis lurus menjadi gelombang atau bengkok, dan jika diabaikan dalam waktu lama dapat berujung pada kebutaan.[9]  DME dapat diobati dengan injeksi anti-VEGF seperti Aflibercept[10]  dari Bayer yang telah mendapatkan ijin edar dari BPOM.  Di Indonesia saat ini, injeksi anti-VEGF yang sudah menerima persetujuan BPOM adalah Aflibercept, Ranibizumab, dan Brolucizumab.

Aflibercept dari Bayer merupakan obat yang memiliki afinitas pengikatan terhadap VEGF-A yang sekitar 100 kali lebih kuat dibandingkan Bevacizumab atau Ranibizumab.[11]  Berdasarkan studi Protokol T, Aflibercept memberikan perbaikan penglihatan yang baik dengan jumlah injeksi yang lebih sedikit dibandingkan alternatif VEGF lainnya. Dengan  pemberian Aflibercept setiap 8 minggu (setelah 1 kali injeksi perbulan selama 5 bulan awal) bisa menjadi opsi terapi yang mampu mengurangi jumlah total suntikan dan kunjungan ke klinik, yang pada akhirnya akan mengurangi beban bagi individu.[12]   Selain itu, Aflibercept juga efektif untuk mengobati masalah mata selain DME seperti age-related macular degeneration (AMD) atau makula yang disebabkan umur.[13] 

"Selain mengandalkan terapi anti-VEGF seperti Aflibercept, mengidentifikasi dan mengobati DME pada tahap awal adalah langkah krusial dalam merawat pasien diabetes, terutama untuk menjaga kualitas penglihatan mereka dan meminimalisir risiko kebutaan akibat DME. Selain itu, memonitor gula darah secara berkala, menjaga tekanan darah dan kadar kolesterol dengan pola makan sehat, berhenti merokok, serta berolahraga secara teratur adalah langkah-langkah yang dapat membantu mengurangi risiko diabetes dan perburukan DME. Konsultasikan dengan Dokter spesialis mata untuk mendapatkan informasi lebih dalam terkait DME, serta pilihan terapi pengobatan menggunakan Aflibercept," pungkas dr. Dewi.

Referensi:

1)  Boyer, D. S., Hopkins, J. J., Sorof, J., & Ehrlich, J. S. (2013). Anti-vascular endothelial growth factor therapy for diabetic macular edema. Therapeutic advances in endocrinology and metabolism, 4(6), 151–169. (https://doi.org/10.1177/2042018813512360)

2)  The International Agency for the Prevention of Blindness. (n.d.). World Sight Day 2023. (https://www.iapb.org/world-sight-day/

3)  IDF Diabetes Atlas 10th Edition 2021 (https://diabetesatlas.org/)

4)  International Diabetes Federation (https://idf.org/about-diabetes/diabetes-complications/)

5)  Ulya, F. N., & Rastika, I. (2022, Oktober 04). Perdami: Kebutaan di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. (https://nasional.kompas.com/read/2022/10/04/16563561/perdami-kebutaan-di-indonesia-tertinggi-di-asia-tenggara)

6)  Sasongko, M. B., et al. (2017). Prevalence of Diabetic Retinopathy and Blindness in Indonesian Adults With Type 2 Diabetes. American journal of ophthalmology, 181, 79–87. (https://doi.org/10.1016/j.ajo.2017.06.019)

7)  Beaser RS, Turell WA, Howson A. Strategies to Improve Prevention and Management in Diabetic Retinopathy: Qualitative Insights from a Mixed-Methods Study. Diabetes Spectr. 2018 Feb;31(1):65-74. doi: 10.2337/ds16-0043.

8)  American Diabetes Association. (2022). Standards of Medical Care in Diabetes – 2022; Vol 45(Supplement_1): S185–S194.

9)  Mayo Foundation for Medical Education and Research. (n.d.-c). Diabetic retinopathy. (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetic-retinopathy/symptoms-causes/syc-20371611)

10)  Korobelnik, J.-F., et al. (2014). Intravitreal aflibercept for diabetic macular edema. Ophthalmology, 121(11), 2247–2254. (https://doi.org/10.1016/j.ophtha.2014.05.006)

11)  Papadopoulos, N., et al. (2012). Binding and neutralization of vascular endothelial growth factor (VEGF) and related ligands by VEGF Trap, ranibizumab and bevacizumab. Angiogenesis, 15(2), 171–185. (https://doi.org/10.1007/s10456-011-9249-6)

12)  The New England Journal of Medicine, Vol. 372, No. 13. (2015, March 26). Aflibercept, Bevacizumab, or Ranibizumab for Diabetic Macular Edema. (https://doi.org/10.1056/nejmoa1414264)

13)  Bayer Indonesia. (n.d.-a). Oftalmologi. (https://www.bayer.com/id/id/oftalmologi)

Tentang Bayer

Bayer adalah perusahaan global dengan kompetensi inti di bidang life science terkait kesehatan dan pertanian. Produk serta layanan Bayer dirancang untuk memberikan manfaat dan menjawab tantangan utama yang muncul akibat populasi dunia yang terus bertambah dan menua. Grup Bayer bertujuan untuk menciptakan nilai melalui inovasi, pertumbuhan dan daya penghasilan tinggi. Sebagai korporasi, Bayer memegang teguh prinsip–prinsip pembangunan berkelanjutan dan memberikan manfaat positif bagi bisnisnya. Pada saat yang sama, Bayer bertujuan untuk meningkatkan kekuatan penghasilannya dan menciptakan nilai melalui inovasi dan pertumbuhan. Merek Bayer merupakan perwujudan dari kepercayaan, keandalan, dan kualitas di seluruh dunia. Pada tahun fiskal 2022, Bayer mempekerjakan sekitar 101.000 orang dengan penjualan senilai 50,7 miliar euro. Pengeluaran R&D sebelum item khusus mencapai 6,2 miliar euro.

Informasi lebih lanjut: www.bayer.com

PP-EYL-ID-0233-1

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023