Ulan Bator (ANTARA News) - Presiden Tsakhia Elbegdorj yang mantan jurnalis yang ikut menumbangkan kekuasaan berdekade-dekade lamanya rezim komunis Mongolia, akan memanfaatkan mandat barunya untuk mengatasi hal yang pada masa pertama pemerintahannya gagal diwujudkan, yaitu kesenjangan ekonomi.

Elbegdorj berhasil memenangkan masa kedua pemerintahannya Rabu kemarin setelah meraih posisi ini pertama kali pada 2009.

Dia adalah pemimpin utama revolusi damai Mongolia 1990 yang mengantarkan pada masa transisi dari 70 tahun kekuasaan komunisme ke alam demokrasi.

Empat tahun lalu, kandidat asal Partai Demokrat yang lulusan Universitas Harvard itu dipilih setelah mengusung tema anti korupsi dan mengatasi kesenjangan si kaya dan di miskin di negara berpenduduk tiga juta orang itu.

Banjir investasi dari luar negeri yang membuat ekonomi negeri ini berkembang luas, rupanya tak cukup mampu menekan kemiskinan.

Lawan-lawan Elbegdorj pada Pemilu 2013 telah menggunakan kartu "nasionalisme sumber daya" untuk menggugat presiden, dengan mengambinghitamkan dia atas ketimpangan di negara yang sepertiga penduduknya hidup dalam kemiskinan, padahal Mongolia kaya minyak.

"Kehidupan saya tidak begitu berubah setelah Elbegdorj menjadi presiden," kata pria berusia 68 tahun bernama Ochirbat Dambayarimpil, yang mengusahakan sebuah toko di Ulan Bator.

Saat ini Partai Demokrat menguasai parlemen Mongolia.  Partai ini juga menempatkan orangnya sebagai presiden, perdana menteri, ketua parlemen dan walikota Ulan Bator.

Sebelum Elbegdorj dinyatakan menang, Perdana Menteri Norovyn Altankhuyag menyebutkan tugas utama pemerintah adalah meningkatkan standar hidup rakyat dengan melanjutkan pembangunan.

Kalimat ini dipandang sebagai bukti Partai Demokrat memang perlu menjamin rakyatnya bahwa pemerintah memang bertekad memeratakan kesejahteraan.

Sang presiden dianggap simbol stabilitas demokratis oleh kaum muda dan kaum urban, tapi tidak oleh kaum tua yang terkenang masa pemerintahan Partai Revolusioner Rakyat (MPRP) dan Partai Rakyat Mongolio sebelum era reformasi.

Sanj Bayar, mantan perdana menteri di masa MPRP, menyalahkan kerusuhan maut yang berujung pada pemilihan Elbegdorj oleh parlemen pada 2008, yang kemudian menjadi pemimpin Partai Demokrat.

Pria berusia 50 tahun ini menuduh Elbegdorj telah merancang siasat dengan menuduh kecurangan pemilu dan menyalahkan MPRP merancang kembalinya sistem otokrasi di negeri itu.

Elbegdorj berubah belakangan ini dan berusaha memulihkan reputasinya dengan menggelar penyelidikan dalam kasus suap pada maskapai nasional dan melawan investor asing.

Februari lalu dia menyerukan transparansi lebih luas kepada perusahaan-perusahaan asing yang mengoperasikan tambang Oyu Tolgoi yang bernilai 6,2 miliar dolar AS, bersama pemerintah Mongolia.

"Elbegdorj adalah pemimpin Mongolia yang menjadi lebih rumit hubungannya dengan investasi asing," kata Julian Dierkes, professor oada Institute of Asian Research, Universitas  British Colombia.

Dari pada berseberangan atau terlalu menentang investor asing, dia mengirimkan keprihatinan khusus kepada investasi asing dengan mengevaluasi keuntungan-keuntungan dari investasi yang masuk, kata Dierkes seperti dikutip AFP.

Elbegdorj sudah dua kali menjadi PM Mongolia, namun saat menjadi presiden lah reputasi internasionalnya meningkat dengan membangun hubungan yang erat dengan Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Manuver ini diduga diambil Elbegdorj untuk membuat Mongolia membuka jarak dari dua tetangganya yang sangat kuat, yaitu Rusia dan China, demikian AFP.


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013