Jakarta (ANTARA News) - Keluarga Maskur Anang bin Kemas Anang Muhamad mendatangi gedung Mahkamah Agung (MA), di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis, guna meminta salinan keputusan MA yang keputusannya diduga meragukan.

Dalam keterangan persnya, Amrulsyah (adik Maskur Anang) mengatakan, angoa kelaga termasuk Maskur Anang mendatangi ke MA ingin mengetahui tentang kebenaran keputusan MA tersebut.

Tapi, kata Amrulsyah, keluaraganya tidak diizinkan oleh staf MA. "Kita hanya minta salinannya atau pernyataan bahwa keputusan MA itu benar," ujarnya.

Amrulsyah mengatakan, keluarganya merasa kaget menerima surat tanpa amplop yang diletakkan di bawah pintu depan rumahnya di Jambi, belum lama ini.

Menurut dia, kekagetan keluarganya bertambah saat tahu surat itu berasal dari Mahkamah Agung. Apalagi isi surat membatalkan putusan bebas murni pada PN Jambi No.102/Pid.B/2011/PN.JBI terhadap Maskur Anang.

"Kami kaget, kok bisa putusan bebas murni diajukan kasasi oleh jaksa dan diterima Mahkamah Agung," ujar Riri Marlina, anak tertua Maskur Anang.

Dia lalu membuka website Mahkamah Agung, dan ternyata putusan kabul yang diajukan jaksa benar adanya.

Riri menyatakan keheranannya, mengapa surat putusan diletakkan di bawah pintu? Apakah tidak ada standar baku tata cara pengiriman surat keputusan dan pertannyaan lainnya.

"Apakah surat putusan itu asli atau dugaan ulah mafia peradilan?," katanya.

Riri mengatakan, kasus yang menimpa ayahnya seharusnya sudah selesai. Ada putusan bebas murni dari PN Jambi, putusan Mahkamah Konstitusi RI No.45/PUU-IX/2011 tanggal 21/2/2012, putusan Mahkamah Konstitusi RI No.34/PUU-IX/2013 dan putusan PN Jambi No.51/Pdt.G/2012/PN.JBI tanggal 27/3/2013.

"Jadi aneh ada putusan kasasi Mahkamah Agung yang membatalkan semua itu. Pokok masalah Kepmenhut No.1198 tahun 1997 dan itu sudah dibatalkan MK. Karenanya kami ingin tahu apakah keputusan MA benar adanya," katannya.

Sementara itu, Amrulsyah menyatakan kecewa karena tidak diizinkan masuk ke gedung MA. "Kami kecewa, jika benar putusan kasasi MA itu berarti keputusan MK tidak dijadikan bahan pertimbangannya," katanya. (*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013