Itu artinya masih ada potensi besar, karena pasar masih besar. Ini bisa menjadi peluang bagi anak muda
Jakarta (ANTARA) - PT Sumber Energi Surya Nusantara atau SESNA Group merangkul generasi muda untuk mengembangkan potensi energi surya dalam negeri.

Chief Executive Officer (CEO) SESNA Group Rico Syah Alam mengatakan Indonesia masih tertinggal dalam hal perkembangan implementasi energi surya terutama di antara negara-negara ASEAN. Vietnam, sebagai negara yang menduduki peringkat pertama di ASEAN, telah memiliki total kapasitas pemasangan panel surya mencapai 23 Gigawatt. Sementara di Indonesia, total pemasangan masih belum mencapai 1 Gigawatt.

“Itu artinya masih ada potensi besar, karena pasar masih besar. Ini bisa menjadi peluang bagi anak muda,” kata Rico saat menjadi salah satu pembicara pada kegiatan The 78th Indonesia National Electricity Day di ICE BSD, Tangerang, Rabu.

Terlebih, Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah terkait komponen dasar untuk pembuatan produk-produk yang bersifat berkelanjutan, misalnya nikel. Suplai nikel dalam negeri memiliki peran besar dalam upaya global bertransisi energi, seperti untuk produksi kendaraan listrik hingga suplai energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Menimbang potensi itu, perusahaan melihat pentingnya andil generasi muda untuk mengembangkan industri energi baru terbarukan di Indonesia.

Sejak berdiri pada 2013, SESNA Group melibatkan tenaga kerja muda dalam pengembangan perusahaan. Saat ini, SESNA Group memiliki lebih dari 50 tenaga kerja yang didominasi oleh kelompok muda.

SESNA Group kini memiliki lebih dari tiga belas proyek PLTS yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia, dengan kapasitas terpasang lebih dari 16 Megawatt Peak (MWp) dan juga lebih dari 13 MWp sedang dalam tahap konstruksi.

Proyek PLTS Independent Power Producer (IPP) SESNA Group di Sumba, Maumere, dan Ende telah beroperasi dari tahun 2017. Hingga saat ini, kinerja IPP tersebut masih berjalan dengan baik sesuai dengan harapan.

Di samping itu,SESNA Group baru saja menandatangani kesepakatan implementasi PLTS dengan skema ZERO CAPEX sebesar 200 MWp untuk perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel di Sulawesi.

Menurut Rico, proyek tersebut merupakan proyek pembangkit listrik tenaga surya skala utilitas pertama yang mendukung industri pertambangan menjadi lebih berkelanjutan.

“Bidang energi terbarukan, terutama energi surya, di Indonesia masih membutuhkan banyak sumber daya manusia. Jadi, lapangan pekerjaan di bidang ini masih sangat luas. Ini kesempatan bagi anak muda untuk mengambil peran,” ujar Rico.

Baca juga: PLN sebut PLTS Cirata bisa kurangi 214 ribu ton emisi karbon per tahun
Baca juga: IESR: PLTS Cirata tonggak penting akselerasi pengembangan energi surya


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023