peran penting keluarga untuk mencegah agar kesehatan mental seseorang tidak semakin memburuk
Jakarta (ANTARA) - Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit Nikensari Koesrindartia mengatakan keluarga memiliki peran penting untuk menjaga kesehatan mental terhadap penderita gangguan jiwa.

Nikensari dalam siniar berjudul "Mental Health Issue, Apakah Ini Fenomena Gunung Es? Snack Time Eps. 39" yang ditayangkan di kanal Youtube Puskesmas Kramat Jati, mengatakan penting untuk mendeteksi tanda-tanda gangguan jiwa sejak dini.

"Namun kalau anggota keluarganya atau lingkungan sekitar melihat tanda-tanda yang perlu dikonsultasikan. Harapannya jangan interpretasi sendiri. Pasien harus dibawa ke fasilitas layanan kesehatan," ujarnya.

Dia menyoroti fenomena di media sosial, di mana terdapat banyak unggahan tentang anak muda yang mengakhiri hidupnya.

Menurutnya, kasus-kasus semacam itu banyak ditemui di jagat maya, ketika menggunakan mesin pencarian untuk mencari berita sejenis.

Dia merujuk pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, yang menyebutkan bahwa prevalensi terkena depresi di Indonesia tercatat pada 6,1 persen. Artinya, satu dari 16 orang di usia 15 tahun ke atas sudah mengalami depresi.

"Kemudian prevalensi penderita gangguan mental emosional, itu 9,8 persen. Apa artinya? Satu dari 10 orang usia 15 plus itu menderita gangguan mental emosional. Itu 2018, terbayang ya. Itu sebelum pandemi," ujarnya menambahkan.

Sedangkan untuk prevalensi gangguan jiwa berat, tercatat pada angka 0,81 persen. Artinya, hampir 2 dari 1.000 orang mengalami gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia.

Akibatnya, ujarnya, risiko bunuh diri terus meningkat. Menurutnya, di Riskesdas tahun 2023, ada kemungkinan angka-angka tersebut justru lebih tinggi.

Selain itu, dia menyebutkan, menurut data dari Mabes Polri tahun 2018, angka bunuh diri tercatat pada 772. Sedangkan di tahun 2022, tambahnya, ada 826 kasus.

"Ternyata dilihat ke belakang itu, siapa yang melakukan bunuh diri itu juga bikin kita kaget ya. Ternyata makin ke sini, usia muda," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa masalah ekonomi tidak selalu menjadi penyebab bunuh dirinya, mengingat anak-anak muda yang bunuh diri tersebut belum ada tanggungan ekonomi. Begitupun dengan beban hidup, katanya, yang biasanya identik dengan pertambahan umur, namun nyatanya tidak demikian.

Oleh karena itu, ujarnya, pihaknya menekankan pada peran penting keluarga untuk mencegah agar kesehatan mental seseorang tidak semakin memburuk, dengan cara mengawasi, menemukan, dan mengenali tanda-tanda gangguan mental sejak dini, serta mendukung proses penyembuhan orang itu.

"Kita juga butuhkan keluarga itu mendukung, bukan meninggalkan. Butuh keluarga mengingatkan. Butuh keluarga menjaga lingkungannya. Atau mengambil keputusan-keputusan yang bermakna terhadap si sakit. Misalnya pindah sekolah, pindah rumah," katanya.

Dia menyebutkan kumpul keluarga (family gathering) sebagai salah satu bentuk terapi non-obat guna memulihkan pasien. Dalam satu kesempatan, keluarga bisa membawa pasien berlibur ke objek wisata Ancol bersama-sama.

"Ternyata kesehatan mental itu enggak pandang usia. Karena dia mengikuti semua tahapan kehidupan. Dan dia harus ada, mendapatkan, status sehat mental itu sejak dalam kandungan," tambahnya.
Baca juga: Ahli sebut gangguan kesehatan mental harus diobati sejak dini
Baca juga: Kemenko PMK: Gangguan kesehatan jiwa berdampak pada ekonomi negara
Baca juga: Pemanfaatan media sosial tak terkontrol ancam kesehatan jiwa anak muda

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023