Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah negara telah berkomitmen untuk memasang sistem peringatan dini tsunami (Tsunami Early Warning System/TEWS) di perairan laut Indonesia, dan Presiden Amerika Serikat (AS), George Bush, dijadwalkan berkunjung ke Indonesia pada November 2006. "Kedatangannya selain membahas politik dan nuklir, salah satunya untuk urusan TEWS itu, yang akan diintegrasikan mulai dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik dan Atlantik," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Kusmayanto Kadiman, kepada pers di sela-sela seminar Sistem Inovasi Nasional di Jakarta, Rabu. Dari jalur vulkanik-tektonik (ring of fire) mulai dari Kepulauan Nikobar ke Kepulauan Pasifik sepanjang 12.000 kilometer itu, menurut dia, ada 10 persen atau 1.200 km diantaranya merupakan daerah kritis atau titik bencana yang perlu dipasang TEWS setiap 10 km-nya. Mantan Rektor Universitas Teknologi Bandung (ITB) itu mengemukakan, yang akan menikmati sistem peringatan dini itu bukan masyarakat Indonesia, tetapi justru masyarakat di belahan lain bumi ini yang tinggalnya di sekitar pantai. "Sistem peringatan dini itu hanya memberi tahu masyarakat pantai Indonesia dalam waktu beberapa menit saja setelah gempa, dan itu tak efektif untuk kita, hanya dalam waktu beberapa menit, seseorang mungkin masih terkejut karena gempa, tak ada waktu melarikan diri dari tsunami," katanya. Ia mencontohkan, kejadian gempa baru-baru ini di Palung Jawa, saat Jepang sempat mengirim pesan bahwa "titik kritis tsunami sudah terlewati" yang ketika pesan mulai disebarkan, ternyata tsunami sudah lebih dulu mencapai Pangandaran dan sekitarnya. Namun, ia menilai, sistem itu bisa menjadi penting bagi kawasan pantai yang berkilometer jauhnya dari daerah bencana, seperti kejadian tsunami Aceh, yang jika ada peringatan sebelumnya sangat baik untuk warga yang tinggal di pantai Thailand atau India. Indonesia, menurut dia, menyilakan saja negara-negara yang berniat memasang berbagai peralatan TEWS di perairan Indonesia dan bekerjasama dengan para peneliti Indonesia. Jerman, lanjutnya, telah berkomitmen memasang 10 unit buoys di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa, dua diantaranya telah dipasang pada 2005 di barat Sumatera. "Saya sangat menyesalkan satu diantaranya dicuri pihak tak bertanggung jawab," katanya. Jepang, lanjut dia, akan menyusul memberangkatkan kapal penelitian, kapal selam, bahkan kapal tercanggih yang memiliki peralatan ocean drilling (pengebor dasar laut hingga kedalaman 10 km), serta China yang akan mengirim seismograf. Sebelumnya, Prancis mengirim kapal penelitiannya untuk menelaah perubahan dasar laut di utara dan barat Sumatera pasca-gempa berkekuatan 9 pada Skala Richter (SR) di Aceh yang terjadi 26 Desember 2004. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006