Beijing (ANTARA) - China menawarkan diri membeli produk Brunei lebih banyak lagi dan mendorong investasi di negara kesultanan Islam tersebut.

Presiden China Xi Jinping memuji negara kecil itu atas hubungan yang berpusat pada ekonomi dan bukan, pada sengketa teritorial atas Laut China Selatan.

Dalam pertemuannya dengan pemimpin Brunei Sultan Hassanal Bolkiah di San Fransisco, AS, pada Kamis, Xi mengatakan China akan menyambut ekspor yang lebih banyak dari Brunei.

Dia juga meminta perusahaan-perusahaan China agar membuka toko di salah satu negara Asia Tenggara tersebut dan menjalin kerja sama dalam bidang lain seperti keamanan pangan, lapor media pemerintah China.

Brunei juga mengklaim berdaulat di sebagian Laut China Selatan, yang sebagian besar disebut Beijing sebagai wilayah China.

Baca juga: Presiden Xi Jinping: China akan terus berorientasi kepada pasar

Namun tak seperti negara-negara tetangganya yang galak dalam klaimnya di Laut China Selatan, Brunei tetap tidak bersuara atas klaimnya terhadap sebagian kecil area di utara Pulau Kalimantan.

Brunei memilih fokus mengembangkan hubungan dengan China, sejalan dengan diversifikasi ekonomi yang sedang dilakukan oleh negara yang bergantung kepada minyak itu.

"Kedua pihak harus bekerja sama  mempromosikan kemajuan positif dalam pengembangan maritim bersama dan bersama menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," kata Xi kepada sultan Brunei di sela-sela KTT APEC di San Fransisco.

China bersedia bekerja sama dengan Brunei dan negara ASEAN lain untuk mempertahankan jalur kerja sama yang "benar" di Asia Timur, tambah Xi.

Brunei memandang China sebagai salah satu investor asing terbesarnya dan kekuatan penting dalam upaya menciptakan perekonomian yang lebih beragam karena cadangan minyak mentahnya diperkirakan habis terkuras dalam puluhan tahun ke depan.

Baca juga: Presiden hadiri sejumlah pertemuan di KTT APEC

Investasi China terbesar di Brunei sejauh ini kilang minyak yang bernilai miliaran dolar AS.

Perusahaan minyak China Zhejian Hengyi Petrochemical adalah pemegang 70 persen sahan kilang Pula Muara Besar, yang diluncurkan pada 2019 dalam investasi bersama pemerintah Brunei.

Hengyi awalnya berinvestasi sekitar 3,45 miliar dolar AS (Rp53,14 triliun) dan menambah sejumlah 13,65 miliar dolar AS (Rp210,27 triliun) untuk memperbesar kapasitas kilang itu serta membangun fasilitas petrokimia tambahan.

Menurut Dana Moneter Internasional, Brunei mengalami kontraksi satu persen pada 2023 akibat produksi energi yang berkurang karena pemeliharaan infrastruktur.

Baca juga: Pertemuan Pemimpin Ekonomi APEC fokus pada masa depan berkelanjutan

Sumber: Reuters

 

Penerjemah: Arie Novarina
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023