Alhamdulillah SMPN 28 mendapatkan nilai yang sempurna, nilainya 100. Karenanya, sekolah harus menjadi ruang aman bagi anak, salah satunya dengan meminimalisasi perundungan atau bullying untuk mewujudkan sekolah ramah anak
Surabaya (ANTARA) - Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 28 Kota Surabaya Jawa Timur menjadi pilot project atau proyek percontohan dalam penerapan sekolah inklusi atau mengakomodasi dan mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus.

"Sekolah harus menjadi ruang aman bagi anak, salah satunya dengan meminimalisasi perundungan atau bullying untuk mewujudkan sekolah ramah anak," kata Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh dalam keterangannya di Surabaya, Rabu.

Atas dasar itu, kata dia, SMPN 28 Surabaya meraih penghargaan dengan nilai tertinggi satuan pendidikan ramah anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) belum lama ini.

Menurutnya, capaian tersebut tidak lepas dari berbagai program yang dijalankan oleh Pemkot Surabaya bersama seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di Kota Pahlawan guna mewujudkan Kota Layak Anak Tingkat Dunia. Hasilnya, SMPN 28 Surabaya berhasil memenuhi standardisasi satuan pendidikan ramah anak dengan nilai tertinggi.

"Alhamdulillah SMPN 28 mendapatkan nilai yang sempurna, nilainya 100. Karenanya, sekolah harus menjadi ruang aman bagi anak, salah satunya dengan meminimalisasi perundungan atau bullying untuk mewujudkan sekolah ramah anak," kata Yusuf.

Ia menjelaskan, indikator penilaian yang dilakukan oleh Kemen PPPA RI meliputi komitmen antar warga sekolah, orang tua, masyarakat, camat, lurah, stakeholder, hingga kepolisian di wilayah setempat, terkait sikap dalam pelaksanaan anti bullying dan kekerasan seksual. Serta, toleransi kepada anak-anak inklusi karena mereka memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan.

Hal ini juga dikuatkan melalui kurikulum Merdeka yang tersambung dengan program Sekolahe Arek (Aman, Rekreatif, Edukatif, dan Kolaboratif) Suroboyo (SAS).

"SAS ini terkait dengan pemberian tugas-tugas yang tidak sembarangan dan terorganisasi agar tuntas di sekolah. SAS ini juga menjadi ruang aman untuk mewujudkan sekolah ramah anak," katanya.

Yusuf mengatakan, di Kota Surabaya, SMPN 28 menjadi sekolah pertama yang berhasil memenuhi standardisasi satuan pendidikan ramah anak dengan nilai tertinggi pada jenjang SMP pada tahun 2023.

"Terkait penghargaan sekolah ramah anak ini pertama penghargaan tertinggi. Jadi tidak hanya komitmen, tetapi semuanya disediakan. Termasuk aturan yang dibuat sekolah dan pelaksanaan sekolah ramah anak," katanya.

Oleh sebab itu, Pemkot Surabaya terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan guna memenuhi hak pendidikan sesuai kebutuhan dan model cara belajar anak. Selain itu, melalui kurikulum Merdeka, para guru akan terus mengedepankan pendidikan karakter anak.

"Ini menjadi motivasi dan inspirasi untuk semua sekolah, bukan untuk meraih penghargaan tetapi agar melaksanakan kebiasaan positif dengan diupayakan terus-menerus. Harapannya bisa menjadi budaya positif di sekolah, lalu menjadi budaya kota bahkan budaya bangsa kita," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya Ida Widayanti mengatakan, SMPN 28 Kota Surabaya berhasil mendapat sertifikasi sekolah ramah anak. Tentunya hal ini turut mendukung Surabaya menjadi Kota Layak Anak Tingkat Dunia.

"Bahkan Kota Surabaya melalui Forum Anak Surabaya (FAS) beberapa hari yang lalu telah meraih Atmaja Award untuk Forum Anak Kota/Kabupaten Terbaik se-Jawa Timur. Ke depan, kita akan terus mewadahi potensi mereka," kata Ida.

Karena itu, kata dia, FAS turut membantu Pemkot Surabaya dalam menyosialisasikan dan mengedukasi pencegahan kekerasan pada perempuan dan anak hingga di tingkat Balai RW.

"Mereka turun di sekolah hingga Balai RW, dan terus bergerak melakukan itu. Jadi kolaborasi bersama FAS dan stakeholder terus dilakukan untuk mendorong Surabaya Kota Layak Anak Tingkat Dunia," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2023