Anyer, Serang (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan Pemerintah Provinsi Banten menyusun prosedur tetap (protap), dan mulai dari Gubernur, Bupati, Camat hingga Lurah hingga tokoh masyarakat bersikap responsif memberi penerangan kepada masyarakat mengenai dampak gempa tektonik dan kemungkinan munculnya tsunami. "Sejak terjadinya bencana tsunami di Aceh, saya sudah menginstruksikan kepada semua kepala daerah, agar membuat protap langkah-langkah yang harus dilakukan warga untuk menyelamatkan diri dari bahaya tsunami bila sewaktu-waktu terjadi gempa tektonik. Bila di Banten belum dilakukan, maka segera lakukan langkah tersebut," kata Presiden Yudhyono di Anyer, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Kamis. Hal itu dikemukakan Presiden dalam pertemuan dengan nelayan dan masyarakat pesisir Pantai Banten Selatan di Pelabuhan Paku, Desa Sukamanah, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Banten, yang baru kembali dari tempat pengungsian setelah terjadi gempa berkekuatan 5,9 pada Skala Richter (SR) di Selatan Ujung Kulon pukul 17.57 WIB, Rabu (19/7). Kepada warga yang baru datang dari pengungsian, Kepala Negara menanyakan, apakah mereka sudah pernah mendapat penerangan dari Pemerintah Provinsi Banten tentang langkah yang harus dilakukan bila terjadi tsunami, dan secara spontan mereka menjawab belum pernah. "Hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi, maka protap penyelamatan warga itu harus segera dibuat, lalu semua warga yang tinggal di daerah pantai segera diberi latihan cara-cara untuk menyelamatkan diri, agar bila bencana itu benar-benar terjadi bisa dihindari jatuhnya korban jiwa," katanya. Langkah tersebut mutlak harus dilakukan, kata Presiden, karena pemerintah berkewajiban untuk menjaga, melindungi dan mengamankan warganya dari segala bahaya, termasuk dari ancaman gelombang pasang air laut pasca-gempa bumi di dasar samudera (tsunami). Menurut Presiden, BMG (Badan Metereologi dan Geofisika) selaku institusi pemonitor gempa berada di garda depan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang setiap gempa yang terjadi dan kemungkinan dampaknya yang bakal timbul. "Dengan alat yang dimiliki, dalam tempo empat menit BMG sudah harus menyimpulkan dan menyampaikan laporan di mana gempa terjadi, dan berapa kekuatannya, kemudian lihat kemungkinan bisa menimbulkan bencana atau tidak," kata Presiden. Selain itu, Kepala Negara mengemukakan, "Bila gempa kecil, maka segera sampaikan kepada semua pejabat, tokoh masyarakat dan media massa, agar warga diminta tenang, tapi bila terjadi gempa lebih besar dan bisa menimbulkan tsunami, maka segera sampaikan kepada warga untuk segera mengungsi, namun tetap dalam kondisi tenang." Demikian pula dengan sikap aparat pemerintah dan tokoh masyarakat, menueut Presiden, hendaknya bisa lebih peka dalam memperhatikan keselamatan warga bila mendapat info dari BMG untuk bisa meneruskannya kepada warga secara benar. "Saya minta di masa-masa mendatang, dengan belajar dari bencana yang sudah terjadi di berbagai daerah lain, aparat pemerintah di Banten bisa lebih peka dan lebih cepat dalam memberi penerangan kepada warganya," kata Presiden. "Hal itu terbukti bisa mengurangi jumlah korban jiwa, seperti yang kita lihat dari bencana tsunami di Pulau Buru baru-baru ini, dengan hanya menimbulkan satu korban jiwa yang memang sedang berada di laut," demikian Yudhoyono. Presiden secara mendadak mengunjungi kampung nelayan dan warga pesisir di Selatan Banten bertujuan untuk memberi penerangan tentang langkah penyelamatan warga dari bahaya tsunami. Dalam kesempatan itu, Presiden antara lain didampingi Menko Kesra, Aburizal Bakri, Panglima TNI, Jenderal TNI Djoko Suyanto, Kapolri, Jenderal Pol. Sutanto, Menteri Perhubungan, Hatta Rajasa, Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah dan kalangan musyawarah pimpinan daerah (muspida). Sebelum memberi penerangan kepada warga, Presiden mendapat penjelasan secara rinci mengenai gempa yang terjadi di Selat Sunda atau Selatan Ujung Kulo pada Rabu (19/7) dari Gubernur Banten dan Kepala BMG Serang, Edy Kelana. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006