Saat ini perampasan aset belum efektif sehingga perlu kehadiran UU Perampasan Aset.
Jakarta (ANTARA) - Calon Hakim Agung Kamar Pidana Noor Edi Yono menekankan pentingnya Undang-Undang tentang Perampasan Aset dalam menangani permasalahan korupsi yang menghambat pembangunan dan memperburuk kemiskinan di Indonesia karena merugikan keuangan negara.

"Saya harus lebih realistis untuk mencoba memahami konteksnya. Oleh karena itu, banyak pihak yang tidak terjangkau sehingga menjadi pilihan bagi saya adalah untuk memilih pengembalian aset terlebih dahulu," kata Edi dalam uji kepatutan dan kelayakan calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

Edi mengatakan bahwa pelaku korupsi saat ini mudah menyembunyikan aset dengan melakukan pencucian uang atau menitipkannya kepada pihak lain. Tindakan tersebut membuat cita-cita Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa akan terkendala.

Meskipun demikian, kata dia, saat ini UU Perampasan Aset belum tersedia. Namun, terdapat beberapa instrumen hukum yang mengatur hal tersebut. Bahkan, aturan mengenai perampasan aset tersebar dalam beberapa peraturan hukum.

Ia lantas menyebutkan Pasal 66 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Walau demikian, kata Edi, dari peraturan-peraturan yang sudah ada, sebagian besar konsepsinya adalah dalam kerangka perampasan aset yang bersifat conviction based dan in personam atau masih dalam tuntutan pidana dan bersifat personal.

"Dalam hal menyangkut kasus-kasus yang asetnya tidak dapat dirampas karena pelakunya buron dan meninggal dunia ataupun pelakunya adalah orang yang begitu kuat, penuntutannya tidak bisa dilakukan," katanya.

Edi mengatakan bahwa saat ini perampasan aset belum efektif sehingga perlu kehadiran UU Perampasan Aset. Akan tetapi, dia menyebut perlu adanya langkah bersama dari DPR RI.

"Hakim hanya bisa menjalankan apa yang diamanatkan undang-undang. Kami sebagai hakim, hanya bisa menunggu," katanya di hadapan Komisi III DPR RI.

Komisi III DPR RI menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon hakim MA pada hari Rabu hingga Kamis (23/11).

Baca juga: KY usulkan 8 calon hakim agung dan 3 ad hoc HAM ke Komisi III DPR
Baca juga: KY gelar seleksi wawancara calon hakim agung dan ad hoc HAM di MA


Berikut nama-nama calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM yang diusulkan Komisi Yudisial (KY) ke DPR RI:

Calon Hakim Agung Kamar Pidana:
1. Dr. Achmad Setyo Pudjoharsoyo, S.H., M.Hum.
2. Ainal Mardhiah, S.H., M.H.
3. Noor Edi Yono, S.H., M.H.
4. Sigid Triyono, S.H., M.H.
5. Sutarjo, S.H., M.H.
6. Dr. Yanto, S.H., M.H.

Calon Hakim Agung Kamar Perdata:
1. Agus Subroto, S.H., M.Kn.

Calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara khusus pajak:
1. Dr. Ruwaidah Afiyati, S.E., S.H., M.M., M.H., CFrA.

Calon Hakim Ad Hoc Hak Asasi Manusia di MA
1. Dr. Adriano, S.H., M.H.
2. Prof. Dr. Judhariksawan, S.H., M.H.
3. Dr. Manotar Tampubolon, S.H., M.H.

Pewarta: Rio Feisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023