Jakarta (ANTARA News) - Gempa di Selat Sunda pada 19 Juli yang berkekuatan 6,2 Skala Ritcher dengan pusat gempa 48 km masih cukup dangkal untuk menimbulkan gelombang tsunami. "Jadi walaupun terjadi gempa di sana kita tak terlalu merasakannya," kata Deputi Ilmu Kebumian LIPI Prof Dr Jan Sopahaheluwakan dalam siaran pers LIPI di Jakarta, Kamis. Menurut dia, yang membedakan karakter antara gempa Sumatera dan Jawa adalah gempa Sumatera lempengnya masih relatif muda dan kering serta periode gempanya lebih panjang tetapi getarannya besar seperti gempa Aceh. Sedangkan gempa di Jawa frekuensinya lebih sering namun besarannya lebih kecil dibanding gempa Sumatera, ujarnya. Hal itu disebabkan karena di Jawa banyak pusat gempa yang letaknya dalam sekali, seperti di bawah Jakarta atau di Laut Jawa yang pusat gempanya dalam, mencapai lebih dari 300 km. Jan mengatakan, sekarang semua pihak harus memikirkan bagaimana bisa menghindari daerah-daerah yang mempunyai kondisi tanah yang bisa mempercepat getaran sehingga mengganggu stabilitas konstruksi. Selain itu, konstruksi bangunan perlu memperhatikan tata cara untuk kondisi bangunan tahan gempa. Ia juga menganggap perlunya studi tentang hubungan kondisi bantuan dengan kecepatan gelombang gempa. Dari sana, bisa dirancang struktur bangunan yang tahan gempa sebagai suatu upaya meminimalkan korban gempa. Masyarakat, ujarnya, juga harus mulai melakukan pelatihan dan evakuasi jika terjadi gempa.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006