Kairo (ANTARA News) - Partai Salafi di Mesir, An-Nour, pada Sabtu (6/7), menolak penunjukan Mohamed ElBaradei, pemimpin blok oposisi --Front Penyelamatan Nasional, sebagai perdana menteri sementara di negeri tersebut, kata kantor berita resmi Mesir, MENA.

Tindakan itu akan memperdalam "polarisasi", kata Wakil Ketua An-Nour Bassam Ez-Zarqa.

Sementara itu, Partai Kebebasan dan Keadilan --sayap politik Ikhwanul Muslimin, asal presiden terguling Mohamed Moursi-- juga menolak pencalonan tersebut, kata harian resmi Al-Ahram edisi daring.

ElBaradei secara resmi ditunjuk sebagai Perdana Menteri sementara negeri itu pada Sabtu pagi (6/7) dan bertugas membentuk pemerintah peralihan.

Ia dilaporkan telah mundur dari jabatan ketua Partai Ad-Dostour pada hari yang sama.

Jabatan perdana menteri telah kosong sejak penggusuran Moursi pada Rabu (3/7) bersama pemerintahnya, yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Hesham Qandil, demikian laporan Xinhua.

Penggulingan Moursi, yang dilakukan secara paksa oleh militer, terjadi sebagai reaksi atas jutaan pemrotes yang menuntut pengunduran diri Moursi karena "prestasi buruknya dan tindakan salah-memerintah".

Menurut satu sumber di istana presiden yang sebelumnya berbagai dengan Al-Ahram edisi daring, Elbaradei "akan segara diambil sumpahnya".

Sementara itu, kantor berita Inggris, Reuters, melaporkan Ikhwanul Muslimin percaya pemerintah Barat sepenuhnya mendukung penggulingan Moursi oleh militer, keputusan yang katanya akan menyulut kebencian terhadap Amerika Serikat dan Eropa dan akhirnya akan berbalik terhadap mereka.

Mohamed El-Beltagi, politikus senior Ikhwanul Muslimin, mengatakan setiap orang akan kalah, termasuk Barat, dari kekerasan yang dapat merebak akibat penggulingan Moursi --presiden pertama Mesir yang dipilih sebagai kepala negara dan cuma memerintah selama satu tahun.

"Kami merasa, dengan penyesalan sangat besar, masyarakat internasional ikut campur dengan mengakui dan mendukung kudeta militer," kata El-Beltagi dalam wawancara dengan Reuters.

"Ini menghidupkan lagi rasa benti terhadap negara Amerika dan Eropa --yang selalu mendukung rejim yang kejam terhadap bangsa yang mencari kebebasan," ia menambahkan.

Pernyataannya menunjuk kepada kemarahan umat Muslim terhadap negara Barat mengenai kegagalannya untuk menghukum militer --yang menggulingkan Moursi dalam tindakan yang disulut oleh protes massa terhadap kekuasaannya.

El-Beltagi juga mengangkat keprihatinan bahwa penggulingan Moursi akan memicu kerusuhan oleh umat Muslim, yang melihat tak ada alasan untuk berpegang pada proses demokratis padahal Ikhwanul Muslimin dengan susah-payah berusaha mewujudkannya.

Buat umat Muslim Mesir, kebijakan Barat terhadap penggulingan Moursi menandai kembalinya standard ganda era Horsni Mubarak.

Selama 30 tahun kekuasaan Mubarak, Mesir menerima bantuan bernilai miliaran dolar AS dari Eropa dan Amerika Serikat, tapi membuat sedikit, atau tak membuat, kemajuan ke arah demokrasi.

Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menahan diri dari menyebut penggulingan Moursi oleh militer sebagai kudeta --sebutan yang akan mengakibatkan sanksi terhadap negara yang memiliki kepentingan strategis. Mesir berada di persimpangan tiga benua dan berbatasan dengan Israel.

Amerika Serikat, yang memberi sumbangan 1,3 miliar dolar AS dalam bentuk bantuan militer buat Mesir setiap tahun, menyampaikan "keprihatinan yang mendalam" atas peristiwa di Mesir.

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013