Anggaran yang digelontorkan untuk modelling ini adalah secara keseluruhan sekitar Rp15,5 miliar
Biak Numfor, Papua (ANTARA) - Direktur Perbenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nono Hartanto mengatakan proyek percontohan (modelling) budidaya komoditas rumput laut di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, menggunakan anggaran sebesar Rp15,5 miliar.
 
"Anggaran yang digelontorkan untuk modelling ini adalah secara keseluruhan sekitar Rp15,5 miliar," ujar Nono dalam keterangan di Biak Numfor, Papua, Jumat.
 
Dirinya memaparkan anggaran itu digunakan untuk pembangunan laboratorium, sarana prasarana pendukung, bantuan perahu hingga rumah ikat yang berada di laut.
 
Nono memproyeksikan, dalam satu tahun dengan lima kali panen mampu mengembalikan dana operasional, dengan catatan harga rumput laut per kilogram mencapai lebih dari Rp25.000 per kilogram.
 
"Jadi dari modal yang kita berikan operasional itu dalam waktu satu tahun dengan lima kali panen ini sehingga bisa kembalikan operasional dengan catatan rumput laut di atas Rp25.000/kg. Tapi kalau penurunan harga tentu pengembalian modal jadi lebih lama," paparnya.
 
Indonesia, lanjut dia, merupakan negara pengekspor rumput laut jenis Eucheuma Cottonii terbesar kedua di dunia dengan jumlah ekspor per tahun mencapai 400-an juta ton per tahun.

Baca juga: KKP sebut rumput laut bisa jadi campuran produk pangan

Baca juga: KKP: Proyek Modelling Rumput Laut di Wakatobi telah beroperasi
 
Sementara itu, di kawasan seluas 50 hektare ditambah 2 hektar di laut ini membudidayakan rumput laut jenis Eucheuma Cottonii yang pembibitannya melalui sistem kultur jaringan ini dapat dimanfaatkan untuk penggunaan obat-obatan, kosmetik dan bahan industri lain dan juga untuk pembuatan pupuk cair.
 
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menuturkan pembangunan kawasan modelling ini merupakan bentuk realisasi penugasan dari Presiden Jokowi soal hilirisasi komoditas rumput laut.
 
Melalui modelling ini, masyarakat setempat yang memang merupakan pembudidaya rumput laut diharapkan bisa menjadi komponen produksi yang kemudian akan dibina atau dilatih untuk meningkatkan nilai tambah hasil budi daya emas hijau ini hingga mampu dalam rantai industri.
 
Pembinaan pendampingan, lanjutnya, dilakukan juga untuk penghitungan harga pokok dan harga jual komoditas untuk mengantisipasi kerugian dari sisi modal operasional.
 
"Jadi ini juga saya perlu dukungan untuk lakukan ini. Sehingga tidak rusak. Jadi harga pokok dan harga jual tidak selalu sama.karena kalau tidak (didampingi/dilatih) akan rusak terus jadi HPP dan harga jual selalu merusak harga pokok," ujarnya.

Baca juga: KKP jalin komunikasi dengan KemenKopUKM soal potensi rumput laut

Baca juga: Menkop UKM sebut rumput laut Wakatobi potensial penggerak hilirisasi

Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023