Jakarta (ANTARA) - Pemilih pemula, dengan rentang usia 17-21 tahun, bukan hanya sekadar penyemangat pada kontestasi politik Pemilu 2024.

Meski keterlibatannya perdana pada Pemilu 2024, pemilih pemula adalah kalangan yang mendominasi secara jumlah, sehingga suara pemilih muda ini ssangat menentukan siapa yang akan terpilih menjadi pemimpin negeri ini.

Kampanye resmi Calon Presiden-Calon Wakil Presiden serta calon legislatif memang belum dimulai, namun baliho dan spanduk sudah ramai mewarnai jalanan ibu kota dan sejumlah daerah di Tanah Air, sejak beberapa bulan terakhir.

Di sisi lain, sosialisasi dari para calon itu belum sepenuhnya menjadi dasar sejumlah pemilih pemula, dari generasi Z atau Gen Z yang lahir tahun 1997 sampai 2006 itu untuk menentukan pilihan pada hari pencoblosan nanti.

Pemilih muda pada umumnya belum mengetahui secara mendalam mengenai capres dan cawapres yang akan dipilihnya. Begitu juga dengan visi misi mereka.

Karena itu, sejumlah kaum muda banyak yang belum memiliki ketetapan untuk mendukung pasangan siapa pada Pemilu 2024.

Namun demikian, sebagian besar pemilih pemula sudah mnentukan kriteria mengenai karakter pemimpin yang akan dipilih, yakni yang peduli terhadap isu lingkungan, kesejahteraan rakyat, serta memiliki visi dan misi yang rasional.

Pemilih pemuda dari kalangan murid SMA, secara spesifik, bahkan menyebutkan karakter pemimpin yang diharapkan adalah peduli terhadap bahaya kekerasan.

Perundungan hingga kekerasan seksual menjadi perhatian utama para generasi milenial itu sehingga mereka tidak mudah terjebak dalam pilihan jalan pintas ketika menghadapi masalah.

Generasi Z tidak hanya menghadapi masalah terkait isu kesehatan mental di media sosial, tetapi juga di sekolah.

Lebih dari itu, pemilih pemula memiliki harapan besar terpilihnya pemimpin yang jujur dan transparan, serta jauh dari perilaku koruptif.

Menyoroti hal itu, peneliti ahli utama pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Siti Zuhro mengatakan bahwa anak-anak adalah pihak yang intensif mengikuti perkembangan politik dan hukum di negara ini.

Bagi kalangan akademisi, anak muda lebih mengagumi kualitas dan kemajuan sumber daya manusia, serta hal-hal yang sifatnya rasionalis dari para pasangan calon (paslon) capres-cawapres, bukan visi misi yang tidak menyentuh relitas.

Paslon yang berpendidikan tinggi, memiliki bukti nyata atas kinerja, berpengalaman, dan yang menjanjikan kesejahteraan masyarakat juga dinilai cocok untuk didukung oleh kaum muda untuk menang dalam Pemilu 2024.


Sosialisasi

Tidak dipungkiri bahwa pemilih pemula perlu waktu untuk mencerna dan mencermati informasi yang beredar mengenai paslon capres dan cawapres.

Bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU), hal wajar jika pemilih pemula masih belum bisa menentukan keputusan tetap mengenai siapa pasangan calon yang didukung, karena masa kampanye baru akan dimulai pada 28 November 2023.

Banyak aspek yang dapat memengaruhi pilihan pemilih pemula, mulai dari informasi mengenai pengalaman masing-masing paslon, partai politik pendukung, hingga visi misi dan program yang diusung.

Selain pilpres, pemilih muda juga dihadapkan dengan pemilu legislatif yang pelaksanaanya berbarengan, yakni pada 14 Februari 2024.

Oleh karena itu, partai politik dan koalisi harus mengambil langkah strategis untuk menyosialisasikan pasangan calon, termasuk calon anggota legislatif kepada masyaraat, khususnya kaum muda.

Gen Z dan milenial adalah generasi yang kritis dan aktif menggunakan media sosial. Literasi dan sosialisasi menjadi kunci untuk menggiring suara mereka yang kini masih berada dalam zona "massa mengambang" alias belum menentukan pilihan.

Situs yang mudah diakses serta menyajikan informasi utuh, seperti CV dan rekam jejak capres-cawapres serta caleg bisa mendorong penambahan jumlah pemilih karena Gen Z dan milenial sejatinya selalu mencari jawaban dengan berselancar di internet.

Digitalisasi informasi harus dimaksimalkan dan dikapitalisasi oleh para tim sukses pasangan calon, yang juga berperan untuk mengurangi jumlah masyarakat yang menjadi golongan putih (golput) alias tidak memilih.


Sekolah dan kampus

Menjadikan siswa dan mahasiswa pemilih cerdas dan rasional bukan hanya tugas KPU, tetapi juga pihak sekolah dan kampus.

Karena itu, Rektor IPB Arif Satria sudah menjadwalkan sosialisasi Pemilu 2024 dan pendidikan politik untuk mahasiswa, terutama pemilih pemula.

Acara yang dikemas ringan, seperti "talk show" dan menggandeng pemengaruh (influencer) itu tidak pernah gagal dalam menarik pengetahuan pemilih muda untuk menggali informasi tentang pasangan calon yang akan mereka pilih.

Selain sekolah dan kampus, sosialisasi serupa sudah dilakukan KPU di pesantren-pesantren secara serentak pada Hari Santri, dengan memutar film drama komedi "Kejarlah Janji".

Dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2023, fasilitas pendidikan memang boleh digunakan untuk kampanye oleh partai politik maupun pasangan calon.

Dengan seizin dari penanggung jawab pendidikan, kontestan pemilu bisa melakukan kampanye dengan pertemuan terbatas atau tatap muka, namun tidak boleh membawa atribut kampanye.

Kampanye yang menekankan pada penggunaan hak suara itu juga hanya diperbolehkan pada akhir pekan agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.

Ketiga lembaga, yakni KPU, sekolah, dan kampus diharapkan secara aktif menyadarkan pemilih pemula bahwa menggunakan hak suara dalam pemilu merupakan hak konstitusi yang secara eksklusif diberikan oleh negara.

Anak muda yang umumnya idealis bisa menyalurkan idealisme dan komitmen mereka dalam bernegara melalui kesuksesan Pemilu 2024, tanpa golput.


 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023