Dalam proses pembuatan Permendikbudristek ini, Komnas Perempuan terlibat sangat aktif dengan memberi masukan-masukan, sehingga Permendikbudristek tersebut bisa terealisasi
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyatakan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021 adalah dasar untuk menghapus kekerasan pada perempuan di sekolah dan lingkungan satuan pendidikan.

"Dalam proses pembuatan Permendikbudristek ini, Komnas Perempuan terlibat sangat aktif dengan memberi masukan-masukan, sehingga Permendikbudristek tersebut bisa terealisasi, bahkan sampai mengawal pembentukan satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual - Satgas PPKS," kata Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Veryanto Sitohang di Jakarta, Jumat.

Ia juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia sudah 100 persen memiliki satgas PPKS, sedangkan di perguruan tinggi swasta maupun perguruan tinggi ilmu keagamaan (PTIK) masih dalam proses.

"Saat ini, lewat Permendikbudristek tersebut, Kemendikbudristek juga sudah mengeluarkan surat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sampai ke sekolah-sekolah, itu sudah ada, Kemenag juga mengeluarkan peraturan soal itu," katanya.

Ia menegaskan, Satgas PPKS nantinya akan bekerja secara langsung untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi maupun sekolah-sekolah.

Berdasarkan catatan tahunan (catahu) Komnas Perempuan per 7 Maret 2023, sepanjang tahun 2022 menunjukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan paling dominan dilaporkan, yakni 2.228 kasus atau 38,21 persen.

Sedangkan untuk lebih spesifik di lingkungan pendidikan yang termasuk dalam ranah publik, ada 37 kekerasan sepanjang tahun 2022 yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan.

Sementara itu, Media and Public Relation Manager Yayasan Pulih, Wawan Suwandi mengatakan bahwa kondisi pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah, saat ini sudah ada kemajuan di beberapa universitas, melalui berbagai undangan untuk peningkatan kapasitas terhadap satgas PPKS di kampus.

"Terkait penanganan korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan ini, dalam Yayasan Pulih itu bagaimana kita menanamkan agar selalu memiliki perspektif terhadap korban, dan kalau ada pelatihan baik di pendidikan dan perusahaan, pertanyaan klasiknya itu sebagian besar bagaimana cara membedakan kekerasan seksual dan yang bukan," kata Wawan.

Dia menegaskan, yang lebih penting terkait penanganan korban setelah mengalami kekerasan seksual, adalah memastikan orang-orang di sekitarnya tidak membuat kekerasan sekunder dan tidak menyalahkan korban.

"Misal menyalahkan korban terkait pakaian yang kurang pantas, atau memaksa korban untuk bercerita juga tidak sepantasnya dilakukan, karena korban secara psikologis akan lebih merasa tertekan," katanya.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2023