... dongeng mampu menjadi prototipe kehidupan yang bisa menjadi sumber belajar anak,
JAKARTA (ANTARA) - Generasi kiwari barangkali jarang bertandang ke negeri dongeng karena ada dunia virtual yang dirasa lebih mengasyikkan. Bila saja mereka tahu, di negeri dongeng bisa mengembarakan angan-angan, memperoleh inspirasi, dan menemukan keajaiban. Ketika dunia nyata telah terasa sesak dan begitu gaduh, kabur sejenak ke negeri dongeng bisa menjadi terapi bagi perbaikan kualitas kesehatan mental.

Dongeng bermula dari tradisi lisan nenek moyang yang terdiseminasi secara manual, dari mulut ke mulut hingga menyebar ke berbagai daerah seluruh Nusantara. Dalam perkembangannya, setiap wilayah memiliki cerita rakyat yang menjadi dongeng ikonik masing-masing daerah. Seperti, cerita Malin Kundang dari Sumatera Barat, Sangkuriang asal Jawa Barat, dan La Moelu yang berkembang di Sulawesi, serta masih banyak lainnya.

Sukacita dalam bercerita pada suatu masa dirayakan sebagai Hari Dongeng Nasional atas prakarsa para pegiat dongeng yang disambut baik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menetapkan 28 November 2015 awal momen peringatannya.

Tanggal 28 November merupakan hari lahir Drs. Suyadi atau yang lebih populer dengan sebutan Pak Raden, tokoh penting dalam serial boneka si Unyil. Dipilihnya 28 November sebagai Hari Dongeng Nasional untuk mengenang sang legenda dongeng Indonesia itu.

Hari ini perayaan Hari Dongeng Nasional telah memasuki sewindu. Dahulu dongeng menjadi media penghibur anak-anak sebelum berangkat tidur. Namun tradisi mendongeng makin tersingkir oleh pesatnya perkembangan teknologi dan padatnya kesibukan para orang tua. Generasi Alpha yang tengah bertumbuh saat ini belum tentu menikmati cerita dongeng ketika hendak melewati malam.

Teknologi telah menghadirkan berbagai perangkat hiburan seperti televisi dan gawai yang memanjakan keluarga untuk menikmati beragam tontonan dengan sajian audio visual yang menyenangkan panca indera. Banyak ragam cerita yang divisualisasikan ke layar hingga kebiasaan mendongeng seakan terlupakan.

Akan tetapi kabar baiknya, masih ada para pegiat dongeng yang berikhtiar serius dan terus melestarikan budaya cerita bertutur, bahkan beberapa di antaranya menekuni pekerjaan sebagai pendongeng profesional. Beriringan dengan itu sejumlah dinas pendidikan di berbagai daerah menyediakan wadah dengan menggelar acara dongeng dalam banyak kesempatan, begitu pun para komunitas pendidikan luar sekolah. Serangkaian upaya itu disertai dedikasi para pendongeng yang membuat tradisi dongeng masih terselamatkan hingga kini.

Bicara tentang pendongeng, kita memiliki nama-nama seperti Poetri Soehendro, Kak Ria Enes dengan boneka Susan-nya, Kak Awam (Kampung Dongeng), Kak Bimo (Persaudaraan Pencerita Muslim Indonesia/PPMI), Rian Hamzah, dan sederet nama lain yang berkibar dalam dunia dongeng Nusantara.

Mereka adalah para pemerhati anak-anak yang memiliki kepedulian terhadap tumbuh kembang generasi penerus bangsa dan paham betul bagaimana peran dongeng turut berpengaruh dalam membentuk karakter anak, selain fungsi terapi untuk jiwa anak yang damai.

Pendongeng Rian Hamzah mementaskan monolog Bebegig Sawah di Angkringan Tepi Sawah, Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (4/6/2023). ANTARA FOTO/Suwandy/YU
 

Segudang manfaat

Dongeng tidak hanya berfaedah bagi para penikmat yang mendengarkannya, para pendongeng sebagai penyampai cerita juga memperoleh banyak manfaat.

Bagi pendongeng, bercerita akan membuahkan manfaat:

- Mengajarkan suatu nilai tanpa terkesan menggurui. Orang tua yang ingin menyampaikan nasihat tertentu pada anaknya bisa diselipkan melalui cerita dongeng sehingga anak akan menyerapnya tanpa merasa terpaksa. Adapun pendongeng yang tampil di panggung juga berkesempatan menyelipkan pesan-pesan khusus terkait perilaku anak (audiens) yang dinilai kurang baik ke dalam alur cerita. Melalui dongeng penyampaian nasihat bisa berlangsung lebih mulus tanpa penolakan.

- Mengembangkan wawasan. Pendongeng yang ditekuni sebagai profesi, akan membuat seseorang terus belajar dan banyak membaca untuk memperkaya materi cerita. Apalagi dongeng biasanya berbasis cerita rakyat yang menggambarkan budaya dari daerah asal dongeng. Maka setiap pendalaman cerita akan memasok wawasan budaya baginya. Hal itu akan berlangsung terus karena setiap acara pasti mengangkat tema tertentu yang membuat pendongeng harus menyiapkan materi cerita sesuai tema, artinya setiap panggung akan menyumbang wawasan baru.

- Meningkatkan keterampilan bahasa. Untuk dapat menyampaikan cerita secara menarik perlu kecakapan bertutur yang bagus, termasuk dalam pemilihan diksi, kejelasan artikulasi, serta permainan intonasi dan ekspresi. Dengan seringnya membaca dongeng otomatis dapat meningkatkan keterampilan bahasa seseorang.

- Memperoleh pelajaran menulis. Kegiatan membaca dongeng yang dilakukan berulang kali akan membuat kita makin memahami dasar-dasar cerita, seperti latar, alur cerita, dan penciptaan karakter para tokoh. Perlahan kemampuan memahami cerita lantas akan meningkat hingga pembaca cerita pada gilirannya bisa menulis dongeng sendiri.

Sementara dari sisi para pendengar dongeng (umumnya anak-anak), telah banyak penelitian yang menyatakan berbagai manfaat dari dongeng terhadap perkembangan anak baik itu secara kognitif, emosi, maupun perilaku.

Psikolog lulusan UGM Yogyakarta Viska Erma Mustika, M.Psi. menjelaskan bahwa secara kognitif mendengarkan dongeng dapat meningkatkan literasi, menambah kosa kata bahasa, dan membangun daya imajinasi. Secara emosi dan perilaku, dongeng mampu menjadi media membangun kesadaran sekaligus menanamkan nilai-nilai moral dan kebijaksanaan, yang juga terbukti mampu menjadi terapi bagi perilaku bermasalah anak.

Mengapa demikian?

Dia pun memaparkan, secara neuropsikologi, mendengarkan cerita membuat semua bagian lobus otak aktif, baik itu lobus frontal (aktivitas gerak, kognitif, atensi, dan bahasa), lobus parietal (indera sentuh, tekanan, dan perasa), lobus temporal (aktivitas pendengaran, bau, dan pengenalan), termasuk lobus oksipital (indera penglihatan). Hasilnya, hanya dengan mendengarkan cerita saja, anak telah mampu merasakan pengalaman utuh karena seluruh sensasi inderawi dan emosinya teraktivasi secara bersamaan.

Dongeng mampu menciptakan sebuah realitas buatan (artificial reality). Saat mendengarkan cerita, otak mengalami sebuah peristiwa yang disebut sebagai neural coupling, yaitu ketika otak pendengar menyala persis sama seperti otak si pendongeng. Akibatnya pendengar akan seolah bercermin, seolah-olah mengalami apa yang didengarnya dari dongeng yang disampaikan. Itulah mengapa ketika mendengar cerita sedih kita akan ikut merasa sedih, atau manakala mendengar sebuah adegan yang menyeramkan kita akan ikut merasa takut dan jantung berdegup kencang.

Dengan demikian ketika anak mendengarkan dongeng, secara otomatis empatinya akan ikut terlatih. Empati ini yang kemudian menjadi titik pangkal terbangunnya karakter dan perilaku-perilaku baik. Empati menumbuhkan kesadaran, baik tentang diri maupun orang lain dan lingkungan. Kesadaran menciptakan penilaian dan pertimbangan sebelum tindakan. Inilah yang membuat risiko perilaku-perilaku negatif menjadi berkurang.

Untuk itulah dongeng memiliki posisi yang fundamental sebagai media pengembangan karakter anak.

“Apalagi dengan kekayaan cerita, karakter, serta nilai-nilai dan kebijaksanaan yang ada di dalam dongeng, membuat dongeng mampu menjadi prototipe kehidupan yang bisa menjadi sumber belajar anak,” ungkap psikolog pendidikan pada Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) itu.

Pendongeng keliling, Samsudin (kiri) bersama Pemusik tradisi Kang Wata (kanan) memberikan cerita dongeng tentang kehidupan satwa liar Indonesia di Taman Cimanuk, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (3/3/2023). Dongeng edukasi tentang satwa yang melibatkan anak-anak itu dalam rangka memperingati hari Satwa Liar Sedunia. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nym.
 

Wisata angan-angan

Mendengarkan dongeng bisa mengantarkan anak-anak dalam belantara cerita yang mengembarakan angan-angan seolah turut merangsek ke dalamnya. Pengalaman ini menjadi wisata jiwa yang mengesankan. Bagi para orang dewasa tidak ada larangan untuk menikmati sensasi yang sama. Tak perlu ragu dan merasa malu ketika kita dihinggapi rasa rindu akan pengalaman seru di masa kecil. Negeri dongeng bisa menjadi pelarian sejenak dari penatnya kehidupan dunia fana.

Bila dulu dongeng akrab menjadi pengantar tidur anak-anak, kini mungkin hanya bisa dinikmati pada acara dan momen-momen tertentu. Walau begitu dongeng telah dapat dinikmati dalam berbagai medium, bukan lagi sekadar sajian cerita dalam bahasa tutur.

Selain dalam bentuk buku cerita yang sudah lama ada, dongeng juga menjelma dalam berbagai rupa karya seni seperti sandiwara radio, pertunjukan teater, karya sinema, hingga dihadirkan dalam dunia nyata. Di berbagai taman hiburan bertema dunia fantasi, dongeng-dongeng populer seperti Putri Salju dan 7 kurcaci, Cinderella, Putri Duyung, dan beberapa lainnya diwujudkan dalam bangunan lengkap dengan tokoh dan properti pendukung sebagai wahana rekreasi. Sayangnya, sebagian besar kisah dalam dongeng yang direalisasikan ke dunia nyata itu rata-rata dongeng impor.

Dongeng dalam versi modern memang lebih terasa nyata, tetapi jangan lupa hal itu justru dapat mengikis daya khayal anak-anak yang dulu berkembang karena mendengarkan cerita melalui lisan dan penggambaran. Maka ada baiknya di era teknologi ini para orang tua membawa kembali anak-anaknya pada tradisi masa lalu, menikmati cerita di malam hari untuk meninabobokan mereka.

Selain sebagai ajang membangun keakraban, dengan mendongeng kita berwisata angan-angan bersama seraya meraih keajaiban untuk kesejahteraan jiwa.
 

Pendongeng dari komunitas dongeng Indramayu Kak Sigit mendongeng di hadapan anak-anak di sudut baca Perpusda Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (18/3/2023). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nym
 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023