Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Adi Utarini mengemukakan sebanyak empat fase penelitian inovasi nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia di Indonesia dilakukan melalui pendekatan berjangka panjang dalam kurun 2011--2023.

"Penelitiannya kami lakukan secara bertahap dan tahapan ini menunjukkan kehati-hatian dalam melakukan teknologi ini dan berjangka panjang," kata peneliti sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM Prof Adi Utarini dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, pada fase pertama meliputi aspek keamanan dan kelayakan yang dilakukan dengan cara membangun laboratorium untuk meneliti Aedes Aegypti yang sudah mengandung bakteri Wolbachia di dalam selnya. Kemudian dikawinsilangkan dengan nyamuk di Yogyakarta.

Pada tahapan kedua, dimulai pelepasan di masyarakat, tapi dilakukan pada skala terbatas di wilayah dusun, yakni Sleman dan dua dusun di Bantul untuk memperoleh kelaikan etik.

"Karena ini penelitian, kami harus memperoleh kelaikan etik dan kami berkewajiban mampu mendeteksi suspek dengue di masyarakat," kata Uut, demikian ia biasa disapa.

Tim peneliti tidak menunggu pasien dengue di fasilitas kesehatan, tapi mencarinya di masyarakat untuk membuat laporan suspek dengue.

Fase ketiga, kata Uut, merupakan tahapan yang paling penting untuk memberi pembuktian seberapa banyak nyamuk ber-Wolbachia bisa menurunkan kasus dengue.

"Kami sadari ini membutuhkan kehati-hatian lebih tinggi, karena menyangkut skala lebih luas," katanya.

Baca juga: UGM: Nyamuk wolbachia efektif saat mencapai 60 persen populasi

Pada fase tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melibatkan 24 pakar independen dari berbagai bidang keilmuan dengan hasil seluruh risiko nyamuk ber-Wolbachia dinyatakan bisa diabaikan.

​​​​​​Usai dinyatakan berhasil di fase tiga, penelitian berlanjut pada fase akhir berupa pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dalam skala luas di Kota Yogyakarta, meliputi Sleman dan Bantul.

Pada fase akhir, kata Uut, penelitian tersebut berhasil memperoleh rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) untuk menuju jenjang pelepasan nyamuk yang lebih luas lagi di Indonesia.

Penelitian Wolbachia yang dilakukan oleh Pusat Kedokteran Tropis UGM membuktikan penurunan 77,1 persen kasus dengue dan penurunan 86,2 persen rawat inap di Yogyakarta.

Atas dasar penelitian ilmiah dan hasil yang menjanjikan itu, Kementerian Kesehatan kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1341 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue melalui Wolbachia, sebagai salah satu inovasi strategi pengendalian yang telah masuk dalam strategi nasional (stranas) sebagai inovasi penanggulangan dengue yang dilaksanakan di lima kota yaitu Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang dan Bontang.


Baca juga: Kemenkes gelontorkan Rp16 miliar untuk uji coba nyamuk ber-Wolbachia

Baca juga: Menkes sebut ada kepentingan Australia pada uji coba Wolbachia di Bali

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023