Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto mengatakan kenaikan BI rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 6,50 persen akan mampu mengendalikan nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi yang belakangan meningkat.

"BI bertindak mendahului atau antisipatif untuk mengendalikan rupiah dan inflasi, kali ini BI bahkan lebih agresif dari posisi sebelumnya, karena baru kali ini kenaikan 50 bps dilakukan untuk BI rate dan fasbi secara bersamaan," kata Ryan di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Kamis ini memutuskan kenaikan BI Rate sebesar 50 bps menjadi 6,5 persen untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat kembali ke lintasan sasarannya

Gubernur Bank Indonesia Agus D W Martowardojo mengatakan, Rapat Dewan Gubernur BI juga memutuskan suku bunga deposit facility naik 50 basis poin menjadi 4,75 persen dari sebelumnya 4,25 persen dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,75 persen

Kenaikan BI rate 50 bps itu, menurut Ryan karena BI melihat proyeksi ekspektasi inflasi yang cenderung tinggi berkisar 7,4 -- 8 persen paskakenaikan harga BBM yang bertepatan dengan bulan Ramadhan sehingga kenaikan harga bahan pokok nyaris tak terkendali.

BI juga melihat tekanan terhadap rupiah makin besar terutama oleh karena kinerja necara perdagangan yang defisit, walaupun dampak pernyataan Ben Bernanke sudah reda setelah Bernanke menyatakan QE3 masih berlanjut.

Namun, kenaikan ini lanjutnya akan berdampak terhadap suku bunga kredit perbankan yang diperkirakan akan segera naik sekitar 25 --50 bps.

"Bank-bank akan menaikkan bunga kredit sekitar 25 -- 50 bps. Ini terukur dan tidak memberatkan dunia usaha," kata Ryan.

Kenaikan bunga kredit sebesar itu, menurutnya tidak akan mendorong pertambahan kredit bermasalah atau non performing loan, karena besarannya tidak terlalu tinggi.

(D012/S025)

Pewarta: Dody Ardiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013