Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatakan regulasi yang lebih ketat yang diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri fintech peer-to-peer (P2P) lending.

Salah satu regulasi tersebut adalah Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE OJK) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

"Pemerintah telah memberikan regulasi yang lebih ketat dan memastikan bahwa industri LPBBTI beroperasi secara adil dan transparan. Ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan menarik lebih banyak pendana dan peminjam," kata Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI Kuseryansyah di Jakarta, Kamis.

Dalam Webinar Peluang dan Tantangan Fintech P2P Lending Pasca Peluncuran SE OJK 19/2023, Kuseryansyah menilai pengaturan tersebut memiliki tujuan untuk mengembangkan industri fintech P2P lending yang sehat dan bertumbuh dengan tata kelola yang baik.

"Adanya pengaturan itu bukan untuk mengerdilkan atau untuk menyulitkan penyelenggara tetapi justru sebenarnya kami meyakini OJK juga memiliki misi agar layanan ini tumbuh tapi tumbuh dengan sehat, dengan tata kelola yang baik," ujarnya.

Pengaturan tersebut juga dinilai bertujuan untuk mendorong industri fintech P2P lending memiliki manajemen risiko yang semakin mutakhir, menggunakan teknologi yang semakin up to date, patuh terhadap berbagai aturan dan juga bertanggung jawab terhadap perlindungan konsumen.

Selain itu, Kuseryansyah menuturkan SE OJK tersebut juga mempermudah penyelenggara memahami arah dan pengembangan industri fintech P2P lending ke depan.

"Dengan adanya SE OJK ini, ruang interpretasi itu semakin sempit karena sudah jelas clarity dari satu aturan itu semakin diturunkan sehingga kita tidak punya grey area untuk mempraktekkan ini," ujarnya.

Adapun SE OJK tersebut merupakan tindak lanjut amanat dari Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, yang mengatur antara lain mengenai kegiatan usaha, mekanisme penyaluran dan pelunasan pendanaan, batas maksimum manfaat dan penagihan.

Di dalam SE OJK itu, diatur pula penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan berdasarkan jenis pendanaan sektor produktif dan sektor konsumtif yang akan diimplementasikan secara bertahap dalam jangka waktu 2024-2026.

Sebelumnya, terkait batas maksimum manfaat ekonomi, Deputi Direktur Pengawasan Usaha Pembiayaan Berbasis Teknologi OJK Mohammad Arfan menuturkan suku bunga maksimum pinjaman online (pinjol) untuk pendanaan sektor produktif dari penyelenggara industri fintech P2P lending turun secara bertahap hingga 0,067 persen per hari pada 2026.

Sementara untuk sektor konsumtif, OJK menetapkan besaran suku bunga pinjaman sebesar 0,3 persen per hari mulai 2024, lalu turun secara bertahap menjadi 0,2 persen per hari pada 2025 dan 0,1 persen di 2026.

Baca juga: OJK segera terbitkan aturan baru untuk bunga pinjol
Baca juga: AFPI pastikan bakal sanksi perusahaan pinjol yang langgar aturan bunga
Baca juga: AFPI: Pendanaan ke sektor produktif disesuaikan dengan tingkat risiko

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023