Jadi ada dua nih, mau membuat (undang-undang) sendiri atau kita meratifikasi, menyetujui undang-undang itu dipakai di sini
Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai diperlukannya peraturan terkait hak asuh anak pada skala nasional dan lintas negara untuk mencegah terjadinya perebutan hak asuh anak yang dapat merugikan kepentingan anak.

"Sampai sekarang Indonesia belum meratifikasi The Hague Convention on The Civil Aspects of International Child Abduction or Hague Abduction Convention," kata Jaksa Utama Muda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Robert Parlindungan Sitinjak dalam temu wicara "Perlindungan Perempuan dari Segala Bentuk Kekerasan" di Jakarta, Jumat.

The Hague Convention 1980 adalah konvensi untuk menyelesaikan hak pengasuhan anak dari orang tua yang bercerai. "Karena konvensi anak itu mengatur walaupun orang tua bercerai, anak tetap wajib mendapatkan hak asuh," katanya.

Namun, menurutnya, hingga saat ini di Indonesia belum ada peraturan yang mengatur tentang pengasuhan alternatif. "Sehingga yang terjadi, kasus (terkait hak asuh anak) ini selalu dikriminalisasi," kata Robert.

Ia mencontohkan kasus dengan hak asuh anak jatuh ke ibunya, namun kemudian sang ayah mengambil anak tersebut dari ibunya.

Baca juga: Komisi VIII DPR RI terima PPAI yang mengadukan masalah hak asuh anak

"Misal hak asuh anak jatuh ke ibunya, berarti ibunya yang mengasuh. Kemudian ketika ibu mau antar anak ke sekolah, tiba-tiba anak itu diambil bapaknya. Bahkan dibawa ke luar negeri, terus dilaporkan ke polisi dan Interpol. Itu tidak bisa, ini bukan pidana karena yang mengambil masih ayahnya. Kecuali diambil secara terorganisir oleh orang lain, baru bisa dibilang tindakan hukum," katanya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, menurutnya, ada dua opsi yakni dengan menerbitkan undang-undang atau meratifikasi konvensi internasional The Hague Convention 1980.

"Jadi ada dua nih, mau membuat (undang-undang) sendiri atau kita meratifikasi, menyetujui undang-undang itu dipakai di sini," katanya.

Pihaknya pun mendorong dilakukannya diskusi bersama antar-Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, sehingga penanganan masalah hak asuh anak menjadi prioritas untuk diselesaikan.

"Ini kan persoalan yang lintas kementerian sehingga perlu duduk bersama," kata mantan Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) periode 2021 - 2023 itu.

Ia menegaskan upaya tersebut penting karena ada banyak kasus perebutan hak asuh anak.

Baca juga: Ibu WNI lepas kewarganegaraan demi hak asuh anak

 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023