Mosul, Irak (ANTARA News) - Kekerasan di Irak, termasuk serangan terhadap dua anggota dewan daerah di wilayah utara, menewaskan delapan orang, Minggu, kata sejumlah pejabat dan dokter.

Serangan-serangan itu merupakan yang terakhir dari gelombang kekerasan yang menewaskan lebih dari 340 orang bulan ini dan 2.600 orang sepanjang tahun ini, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

Lima orang tewas di provinsi Nineveh, yang berpusat di kota utama wilayah utara, Mosul.

Ledakan bom pinggir jalan menewaskan anggota dewan daerah Hamam al-Alil, Mohammed Obaid Sultan, dan seorang putranya di sebelah selatan kota Mosul. Seorang putranya yang lain cedera.

Ketua dewan daerah yang sama, Saad Ali Shuwait, juga diserang bom pinggir jalan yang mencederai empat pengawalnya.

Di Mosul, dua prajurit ditembak mati di sebuah pos pemeriksaan.

Ke arah selatan lagi, seorang polisi dibunuh dan seorang lagi cedera dalam serangan terhadap sebuah pos pemeriksaan, sementara bom pinggir jalan yang ditujukan pada konvoi kepala kepolisian Nineveh Brigjen Khaled al-Hamdani mencederai tiga pengawalnya.

Di Fallujah, sebelah barat Baghdad, orang-orang bersenjata menembak mati Letkol Iyad al-Samarraie dan melukai dua pengawalnya di dekat sebuah masjid.

Bom pinggir jalan juga meledak di dekat sebuah restoran di sebelah baratlaut ibu kota provinsi Diyala, Baquba, menewaskan dua orang dan mencederai tiga lain.

Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.

Gelombang serangan di Irak meningkat sejak awal tahun ini, dan menurut laporan PBB, lebih dari 2.500 orang tewas dari April hingga Juni, jumlah tertinggi sejak 2008.

Jumlah kematian pada Maret mencapai 271, sementara sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.

Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.

Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.

Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013