Natuna (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Natuna, Kepulauan Riau melakukan kolaborasi dengan Polres Natuna, Kejari Natuna dan pemangku kepentingan lainnya guna menangani kasus kekerasan pada perempuan dan anak di daerah itu.

Bupati Natuna Wan Siswandi di Natuna, Senin, mengatakan kolaborasi sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu dan terus berlanjut hingga saat ini.

Adapun kolaborasi yang dilakukan berupa kegiatan bersama dengan turun ke desa, kelurahan dan sekolah untuk menyosialisasikan kebijakan perlindungan anak, pencegahan pernikahan usia anak, bahaya narkoba serta sosialisasi lainnya.

Ia menyebut kegiatan tersebut sengaja dimasifkan di tingkat desa, kelurahan dan sekolah agar tepat sasaran.

"Karena yang punya masyarakat di tingkat tersebut," ucap dia.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Natuna Iptu Aprydoni mengatakan terhitung dari Januari hingga November 2023 kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang sudah diselesaikan oleh pihaknya sebanyak 18.

"Untuk total laporan Januari hingga November lebih dari 20 kasus," ucap dia.

Kondisi demikian kata dia, cukup memprihatinkan pasalnya jumlah tersebut lebih banyak dari tahun sebelumnya.

Kata dia, kasus yang telah diselesaikan pada tahun 2022 hanya mencapai 20.

"Tadi malam kita juga mendapati laporan lagi terkait pencabulan," ujar dia.

Oleh karena itu kata dia, permasalahan tersebut perlu diselesaikan dengan cepat dan secara bersama-sama.

"Dukungan dana juga diperlukan," kata dia.

Selanjutnya, Kepala Dinas Kesehatan Natuna Hikmat Aliansyah mengatakan pihaknya juga tengah berupaya agar kasus kekerasan pada anak menurun.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengedukasi para pelajar tentang kesehatan reproduksi.

Menurut dia, pada sosialisasi tersebut pihaknya memperkenalkan organ-organ tubuh yang ada pada manusia khususnya organ reproduksi dan cara menjaga kesehatan organ reproduksi.

Menurutnya, dengan adanya edukasi tersebut, para pelajar akan mengetahui batas dalam bergaul dan mengetahui daerah- daerah penting di tubuhnya yang harus dilindungi dari orang lain.

"Nama program kegiatannya Aku bangga aku Tahu (ABAT)," ucap dia.

Ia berharap dengan adanya program tersebut, kasus pelecehan terhadap anak berkurang dan pernikahan usia anak juga berkurang.

Pasalnya sambung dia, pernikahan usia anak akan berdampak negatif pada anak itu sendiri, sebab mental dan organ tubuh mereka belum berkembang dengan maksimal.

"Jika dipaksakan dan mereka punya anak, risiko stunting pada anak yang lahir lebih besar," ucap dia.

Oleh karena itu ia menyarankan kepada masyarakat untuk tidak menikahkan anaknya sebelum anak tersebut mencapai usia 21 tahun ke atas.

"Jika memang harus dinikahkan kita sarankan untuk tidak memiliki anak terlebih dahulu dengan melakukan KB," ujar dia.

Pewarta: Muhamad Nurman
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2023