Kalau anak-anak paling banyak di 2023 itu pelecehan seksual
Kota Bogor (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Bogor, Jawa Barat, menangani 145 kasus kekerasan perempuan dan anak selama 2023.

Kepala UPTD PPA Kota Bogor Dina Noviani di Kota Bogor, Selasa, memerinci pada 2023 jumlah kasus kekerasan pada anak yang ditangani ada 76 kasus dan pada perempuan sebanyak 69 kasus.

“Bentuk kekerasannya macam-macam. Kalau anak-anak paling banyak di 2023 itu pelecehan seksual. Kalau perempuan ada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ada juga pelecehan seksual tapi tidak sebanyak anak,” kata Dina.

Lebih lanjut, Dina menjelaskan, dalam upaya perlindungan perempuan dan anak, pihaknya menjalani program yang dibagi dalam tiga aspek. Yakni pencegahan, penanganan, dan pemberdayaan.

Dina menyebut, dalam aspek pencegahan, Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kota Bogor memiliki program Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga).

“Di Puspaga aktif untuk sharing motivasi, edukasi ke sekolah tentang apa itu kekerasan, lingkungan yang baik, terus kepada orangtua murid kita diskusi parenting yang baik seperti apa oleh para konselor atau psikolog,” jelasnya.

Baca juga: KemenPPPA kecam pencabulan murid SD oleh guru di Bogor
Baca juga: Kemen PPPA dorong delapan pelaku kekerasan seksual anak ditangkap


Dalam penanganan, Dina menyebut, pihaknya berkoordinasi dengan pemerintah wilayah baik kecamatan maupun kelurahan. UPTD PPA melihat data sebaran kasus, lalu dilihat wilayah mana saja yang darurat membutuhkan penanganan.

“Akhirnya kita lakukan konseling keliling, koordinasi dengan wilayah, kita minta dikumpulkan warganya untuk kita bisa sharing edukasi dan konseling. Jemput bola, konseling, dan door to door,” ucapnya.

Dina menambahkan, dari hasil asesmen penanganan kasus di lapangan, penyebab kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagian besar terjadi karena faktor sosial dan ekonomi.

“Misalkan, faktor sosial, anak-anak di lingkungan sosial terutama yang warga menengah ke bawah, di lingkungan padat penduduk, biasanya kurang pengawasan orang tua,” kata Dina.

Bahkan, Dina menyampaikan, rata-rata pelaku kekerasan merupakan orang terdekat korban di lingkungan, baik di rumah maupun di sekolah seperti kasus pelecehan seksual yang terjadi di SDN Pengadilan 2 pada September tahun lalu.

“Makanya orientasinya masalah sosial dan ekonomi. Memang kalau dijabarkan banyak poinnya,” ujarnya. 

Baca juga: KPPPA minta semua pihak lindungi anak dari ancaman pelecehan
Baca juga: KemenPPPA: Anak korban pemerkosaan di Lampung berhak peroleh restitusi
Baca juga: Kementerian PPPA: Kekerasan seksual mendominasi kekerasan pada anak


Pewarta: Shabrina Zakaria
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024