aktif bekerja hingga lansia bisa membuat panjang umur, serta mengurangi risiko penyakit kronis yang menyebabkan kematian dini.
Jakarta (ANTARA) - Hari-hari Rustinah (81) yang biasanya dihabiskan di rumah, kini terasa lebih bermakna setelah bekerja menjadi penerima tamu di sebuah kafe kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

Sejak kafe buka pukul 10 pagi, senyum tulus dan ucapan selamat datang tak luput dilontarkan olehnya saat tamu memasuki kafe itu. Ia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan meminta para tamu datang kembali saat mereka pergi.

Rustinah ialah satu dari empat lansia yang bekerja di Kafe Uma Oma, sebuah kafe yang menyajikan masakan Nusantara sekaligus tempat ngopi untuk kawula muda.

Di kafe tersebut, Rustinah bersama Wasinah (78) bertugas membukakan pintu untuk pengunjung, serta mengantar pengunjung yang hendak keluar kafe.

Kemudian, dua lansia lainnya, Sustiati dan Ida bertugas mencuci piring bergantian sesuai pembagian waktu kerja.

Sebelum bekerja di kafe, Rustinah mengisi sebagian besar harinya dengan menonton TV, serta melakukan sejumlah pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci dan menyeterika pakaian; rutinitas yang sudah dilakoninya bahkan hampir seumur hidup.

Sejak ditinggal wafat sang suami, praktis ia seorang diri menjadi penafkah keluarga bagi ketiga anaknya. Tertatih dan tak letih, ia berhasil menyekolahkan anaknya hingga lulus SMA dan kini sudah berumah tangga.

Nenek dengan delapan cucu itu sebelumnya bekerja sebagai buruh di pabrik garmen selama belasan tahun.

Ia tak hanya bekerja di satu pekerjaan. Setelah pulang dari pabrik, Rustinah lantas melanjutkan mata pencahariannya sebagai buruh cuci gosok di sebuah rumah mulai pukul 21.00 WIB hingga tengah malam.

Nasib tak berbeda dialami Wasinah yang selama 40 tahun menjadi penafkah tunggal bagi ketujuh anak-anaknya.

Nenek yang kini memiliki 25 cucu tersebut ditinggalkan sang suami saat ketujuh anaknya belum menginjak usia remaja.

Sejak tahun 1980-an, ia berdagang rempeyek dan sayur lauk pauk di sekitar Terminal Blok M. Dari hasil berjualan itu, Wasinah bisa meluluskan ketujuh anaknya hingga SMA.

Meski tidak ada yang kuliah, perempuan asal Yogyakarta itu bersyukur nasib cucu-cucunya lebih baik karena dua di antara mereka tengah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Hingga kini, Wasinah bahkan masih berjualan rempeyek. Sebelum berangkat ke kafe, ia sudah menyiapkan adonan sejak pukul tiga pagi dan menggoreng seluruh rempeyek pesanan pelanggan.

Rustinah dan Wasinah, kedua lansia yang berdomisili di Kebayoran, itu tentu tidak menyangka bahwa perjalanan hidup mengantarkan mereka pada rutinitas yang berbeda.

Pemilik kafe yang berafiliasi dengan yayasan tempat keduanya bernaung memiliki ide untuk memberdayakan lansia sebagai karyawannya.

Mereka bertugas selama tujuh jam dengan pembagian jam kerja (shift) yang berbeda. Jika Wasinah bekerja mulai pukul 10.00 WIB hingga 17.00 WIB, Rustinah baru memulai kerja pukul 13.00 hingga 20.00 WIB.

Pekerjaannya pun sederhana karena mereka hanya menerima pengunjung di bagian pintu dan memberikan salam selamat datang, serta ucapan terima kasih saat pengunjung keluar.

Meski ada kekhawatiran dari sang anak, pemilik kafe memastikan bahwa pekerjaan tersebut tidak menuntut kegiatan fisik berlebih agar para lansia tidak kelelahan. Karyawan lansia juga tidak diperbolehkan untuk menaiki tangga, mengingat kafe tersebut memiliki tiga lantai.
Salah satu karyawan lansia, Rustinah, sedang membukakan pintu untuk pengunjung di sebuah kafe terletak di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2023). ANTARA/Mentari Dwi Gayati


Beri kehangatan

Rustinah dan ketiga lansia bisa saja beruntung dan bersyukur karena kafe yang baru menerima pengunjung pada September 2023 itu tidak mencari penerima tamu dengan wajah rupawan dan usia dua puluhan.

Kafe tersebut justru sengaja mencari lansia yang masih produktif dan aktif untuk memberi sentuhan hangatnya bersantap di rumah nenek dengan masakan seperti dibuat oleh keluarga sendiri.

Sang pemilik kafe rupanya memang sudah memiliki konsep yang berbeda dari bisnis makanan biasanya yang menawarkan interior mewah, serta fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan anak muda, yakni jaringan internet gratis dan banyaknya soket listrik untuk mengisi daya ponsel.

Para lansia yang kerap dipanggil dengan sebutan Oma itu menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk tidak hanya mengisi perut saat makan siang, tetapi juga melepas kerinduan terhadap sosok nenek yang mungkin sudah berpulang.

Salah satu pengunjung bahkan mengaku rutin setidaknya sebulan sekali menyambangi kafe itu untuk sekadar mengobrol dengan Rustinah atau Wasinah yang kebetulan sedang bekerja.

Adila (23) mengatakan senang rasanya mengetahui "Oma" yang baru dikenalnya masih sehat dan bekerja melayani pengunjung, saat ia kembali ke kafe.

Bagi para lansia, kedatangan pengunjung yang kebanyakan anak muda itu seakan mengingatkan mereka pada anak dan cucu yang tidak berada di satu atap rumah.

Mungkin hanya Lebaran satu-satunya momentum para nenek bisa bertemu anak dan cucunya versi lengkap. Namun di kafe itu, para lansia bisa merasakan suka cita dari riuhnya tawa anak muda selayaknya cucu sendiri, setiap hari.

Suasana bekerja di kafe itu dirasa Wasinah dan Rustinah juga seperti bersama keluarga, karena chef dan karyawan lainnya juga saling bercerita. Ada juga yang curhat kepada Rustinah tentang kehidupan sehari-hari dan tak jarang dari mereka meminta solusi.

Pemilik kafe juga membolehkan para lansia membungkus makanan, seperti empal gentong, tumis lidah sapi, hingga nasi lauk khas warung tegal, menu yang sama disajikan ke pengunjung, untuk dibawa pulang.

Sudah tiga bulan bekerja di kafe, mereka bahkan merasa lebih bugar daripada di rumah. Meski harus siaga membuka dan menutup pintu saat ada pengunjung, keduanya tidak pernah merasa lelah, bahkan saat kafe tersebut ramai hingga pengunjung mengular.


Mencegah demensia

Rustinah dan Wasinah mengamini bahwa selama bekerja di kafe, mereka tidak pernah merasa jenuh, bahkan jam kerja terasa cepat berlalu karena menikmati profesi yang baru ini.

Ketika libur, justru mereka mengeluhkan badan terasa lebih pegal karena lebih banyak dihabiskan dengan tidur dan duduk.

Bukan tanpa alasan lansia bisa lebih bugar saat bekerja karena efek positif yang dihasilkan dari emosi dan kepuasan dari pekerjaan yang dijalani.

Sebuah studi dari Sekolah Kedokteran Harvard pada 2022 menunjukkan aktif bekerja hingga lansia bisa membuat panjang umur, serta mengurangi risiko penyakit kronis yang menyebabkan kematian dini.

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa bekerja lebih lama bermanfaat bagi kesehatan lansia, selama pekerjaan itu tidak menuntut kegiatan fisik. Lansia yang tetap bekerja juga minim terkena risiko demensia atau pikun yang menyebabkan gangguan berpikir dan berperilaku.

Hal itu karena rutinitas yang dijalani lansia membuat otak senantiasa aktif bekerja. Didukung dengan asupan makanan bernutrisi dan pengelolaan stres serta sosialisasi yang cukup, lansia bisa selalu sehat dalam beraktivitas.

Rustinah dan Wasinah memang belum terlihat mengidap tanda-tanda demensia. Mereka cukup lancar dalam bercerita dan tak sulit untuk mengenang setiap momen yang sudah dijalani.

Bagi mereka, kafe tersebut menjadi pelarian atas rasa kesepian yang muncul tatkala sang anak tidak lagi sering bertemu karena sudah memiliki keluarga sendiri.

Nasib justru menuntun mereka sebagai penerima tamu di sebuah kafe yang ramai dikunjungi anak muda, siang dan malam. Peran mereka sebagai nenek di kafe tersebut tervalidasi saat pengunjung mengucapkan "Terima kasih, Oma".









 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023