Petasan dengan daya ledak tinggi dan bisa membahayakan masyarakat, harus diantisipasi. Pelakunya bisa dikenakan dengan undang-undang darurat dengan ancaman hukuman enam tahun penjara,"
Pekanbaru (ANTARA News) - Kepala Bidang Humas Polda Provinsi Riau Ajun Komisaris Besar Polisi Hermansyah mengatakan pembuat dan penjual petasan berdaya ledak tinggi bisa dikenakan undang-undang darurat.

"Petasan dengan daya ledak tinggi dan bisa membahayakan masyarakat, harus diantisipasi. Pelakunya bisa dikenakan dengan undang-undang darurat dengan ancaman hukuman enam tahun penjara," kata Hermansyah di Pekanbaru, Selasa.

Tidak hanya penjual dan pembuatnya saja, demikian Hermansyah, namun orang yang bermain petasan juga bisa dikenakan dengan undang-undang tersebut.

Biasanya, kata dia, petasan akan marak diperdagangkan saat bulan puasa seperti saat ini dan hal itu harus diantisipasi dengan menggelar razia secara rutin.

Penjualan petasan dengan daya ledak tinggi terlebih menjualnya kepada kalangan anak-anak, maka menurut dia bersiap untuk menerima ganjaran dengan dikenakan undang-undang darurat.

"Sebab itu, kami akan menindak tegas warga yang menjual atau bermain petasan, karena selain membahayakan, juga dapat menganggu umat Islam dalam menjalankan ibadah di bulan puasa," katanya.

Maraknya petasan beredar di berbagai wilayah Kota Pekanbaru dan sekitarnya dinilai oleh masyarakat sudah sangat meresahkan.

Terlebih, demikian Juniardi (34), warga Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, banyak orang bermain petasan pada malam saat Shalat Tarawih.

"Kami mengharapkan aparat kepolisian dapat menindak pelaku atau pedagang petasan karena sudah sangat meresahkan dan menganggu ibadah," katanya.

Sebelumnya jajaran Polda Riau telah berhasil menyita lebih dari 10.000 petasan berbagai jenis dan merk yang diindikasi sebagai barang produksi ilegal dalam dan luar negeri.

"Sebanyak lebih dari 10 ribu petasan berbahaya itu kami amankan dari sejumlah pedagang yang ada di berbagai wilayah di Riau," kata AKBP Hermansyah.

(KR-FZR/E001)

Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013